REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan tetap menolak jika materi Omnibus Law RUU Cipta Kerja mengubah dan mengurangi aturan ketenagakerjaan sesuai Undang-Undang (UU) No 13/2003. Presiden KSPI Said Iqbal menegaskan, sikap buruh yang meminta agar klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja sudah disampaikan ke DPR RI.
"RUU Cipta Kerja atau tidak boleh merubah, mengurangi, dan men-downgrade isi UU No 13/2003 tentang ketenagakerjaan," kata Said Iqbal dalam keterangan persnya, Selasa (22/9).
Meski ada permasalahan perburuhan yang belum diatur, ia mengatakan, UU No 13/2003 tidak boleh diubah, apalagi dikurangi. Apalagi, mengubah aturan tentang penguatan fungsi pengawasan perburuhan, peningkatan produktivitas melalui pelatihan dan pendidikan, pengaturan regulasi pekerja industri startup, pekerja paruh waktu, pekerja tenaga ahli, dan sebagainya.
"Dalam rangka meningkatkan investasi dan menghadapi revolusi industri 4.0 maka mari kita dialog untuk dimasukan dalam Omnibus Law," terang dia.
Said Iqbal juga menanggapi kabar Omnibus Law RUU Cipta Kerja akan disahkan bulan ini atau Oktober nanti. Ia menilai kabar itu sebagai propaganda negatif dari pemerintah.
Ia menyebut, pemerintah panik karena mayoritas rakyat termasuk serikat pekerja menolak keras RUU Cipta Kerja dan meminta tidak disahkan oleh DPR RI. KSPI juga memperhatikan target bulan pengesahan yang disebut para menteri selalu berubah-ubah.
"Sekarang saja baru dibahas bab 7 dan bab 4 tentang klaster ketenagakerjaan nanti dibahas terakhir. Sementara sikap buruh seperti saya sampaikan di atas," tegasnya.
Ia pun meminta para menteri tidak usah berkomentar yang mengintimidasi rakyat dan buruh dengan propaganda tersebut. "Buruh dan rakyat tidak akan terpengaruh dengan statement tersebut," ujar Said Iqbal.
Dia menambahkan, pernyataan Pimpinan DPR RI, Panja Baleg, dan Fraksi di DPR RI kepada buruh dalam tim perumus, yakkni tidak ada target waktu dalam pembahasan RUU Cipta Kerja. DPR, ia mengatakan, hanya menargetkan agar isi atau hasil RUU Cipta Kerja yang bisa diterima semua pihak.
Adapun yang ditolak buruh dari Omnibus Law RUU cipta kerja antara lain hilangnya UMK dan UMSK, dan adanya upah padat karya. Selain itu, kenaikan upah minnimun hanya menghitung pertumbuhan ekonomi tanpa menambah inflasi, PHK dipermudah, hak upah atas cuti hilang, cuti haid hilang.
"Jaminan kesehatan dan pensiun hilang dengan berlakunya sistim kontrak dan outsourcing seumur hidup, dan sanksi pidana dihapus," tambahnya.
Belum lagi faktor karyawan yang dikontrak seumur hidup, karyawan outsourcing seumur hidup. Lalu, nilai pesangon dikurangi, komponennya ada yang dihilangkan hingga jam kerja eksploitatif.
Hal ini, ia mengatakan, diperparah dengan adanya TKA buruh kasar mudah masuk ke indonesia mengancam lapangan kerja untuk pekerja lokal. Said Iqbal pun menyebut, RUU Cipta Kerja sangat liberal tidak sesuai hubungan industrial Pancasila.