REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Tersangka jaksa Pinangki Sirna Malasari bakal segera diajukan ke persidangan. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Febrie Adriansyah mengatakan, berkas kasus dugaan suap, gratifikasi, dan pencucian uang dari terpidana Djoko Tjandra tersebut, sudah lengkap dan dinyatakan P-21.
Hanya saja, Indonesia Corruption Watch (ICW) mempertanyakan langkah Kejaksaan Agung tersebut. Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyatakan, pihaknya mempertanyakan kelengkapan proses penyidikan kasus tersebut.
"ICW mempertanyakan pelimpahan berkas Kejaksaan Agung terhadap perkara yang melibatkan Jaksa Pinangki Sirna Malasari ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, terutama terkait kelengkapan proses penyidikan," kata Kurnia, Kamis (17/9).
Kurnia menilai, ada dua hal yang belum tampak dalam perkembangan penyidikan. Pertama, apakah Kejaksaan Agung sudah mendalami ihwal kemungkinan akan adanya ‘orang besar’ di balik Pinangki Sirna Malasari
"Sebab, mustahil seorang Djoko Tjandra, buronan kelas kakap, langsung begitu saja percaya kepada Pinangki," kata Kurnia.
Kedua, lanjut Kurnia, jika mengikuti alur perkembangan penyidikan, Pinangki diketahui membantu Djoko Tjandra dalam mengurusi fatwa di Mahkamah Agung.
ICW juga mempertanyakan apakah Kejaksaan sudah mendeteksi bahwa ada dugaan oknum internal MA yang bekerjasama dengan Pinangki untuk membantu urusan tersebut. "Di luar itu, ICW sampai saat ini masih konsisten untuk mendorong agar KPK berani mengambil alih penanganan perkara yang ada di Kejaksaan Agung dan Kepolisian," ujar Kurnia.
Dalam penyidikan di JAM Pidsus, tersangka jaksa Pinangki dituduh menerima uang 500 ribu dolar AS atau setara Rp 7,5 miliar dari terpidana Djoko Tjandra.
Uang tersebut, diberikan lewat perantara tersangka Andi Irfan. Diduga, uang tersebut sebagai panjar pengurusan fatwa Mahamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra.
Djoko Tjandra, adalah terpidana kasus korupsi hak tagih Bank Bali 1999. Dalam kasus tersebut, negara dirugikan sebesar Rp 904 miliar.