REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) terus menelusuri berbagai aset terkait kasus dugaan korupsi dan pencucian uang di PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Hingga saat ini, nilai aset yang telah disita oleh penyidik ditaksir melebihi Rp 18 triliun.
"Pernah dihitung, tapi ini fluktuasi ya. Itu 18 (triliun) sekian, kerugian kan 16,8 (triliun). Nah itu 18 koma sekian itu," ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (3/9).
Ia menjelaskan, Rp 7 triliun di antaranya berbentuk saham. Sehingga, membuka kemungkinan nilai aset atau barang bukti berubah jadi belum bisa dipastikan berapa besarannya. Terlebih, perhitungan nilai aset cenderung berubah karena mempertimbangkan kondisi ekonomi.
"Kenapa lebih? Karena di antaranya itu saham, saham itu fluktuasi. Kalau pas naik dia lebih, tapi kalau pas turun dia tidak gitu," ujar Ali.
"Kabarnya ini turun terus, sehingga hampir mendekati angka kerugian uang negara. Kita harapkan pas putusan, itu samalah, jangan sampai di bawah itu," tambahnya.
Sebelumnya, Ketua BPK Agung Firman Sampurna menyampaikan, audit investigasi menghasilkan besaran kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp 16,81 triliun. Jumlah kerugian negara hasil audit BPK ini, lebih rendah dari penghitungan tim penyidik Kejakgung yang besarnya mencapai Rp 17 triliun.
Agung menerangkan, jumlah total kerugian negara tersebut, terdiri dari dua kategori. Pertama, senilai Rp 4,65 triliun yang menjadi kerugian negara dalam investasi saham bermasalah oleh Jiwasraya.
Kedua, senilai Rp 12,16 triliun kerugian negara yang disebabkan investasi reksadana oleh Jiwasraya. Dua kategori kerugian tersebut, kata Agung, merupakan penelusuran dan audit Jiwasraya, periode 2008-2018.