Kamis 03 Sep 2020 18:14 WIB

Kejagung Terbuka Jika KPK Awasi Penyidikan Jaksa Pinangki 

Kejagung menyatakan KPK tak minta pengambilalihan kasus jaksa Pinangki. 

Rep: Nawir Arsyad Akbar / Red: Ratna Puspita
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono usai rapat kerja dengan Komisi III, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (3/9).
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono usai rapat kerja dengan Komisi III, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (3/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) akan memberikan hak pengawasan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penyidikan terhadap tersangka Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono memastikan, kejaksaan terbuka dengan hal tersebut.

"Bisa sangat terbuka, kan di UU (19/2019) disebutkan tiga, koordinasi, supervisi pengambilalihan. Kalau koordinasi kita nanti bisa tidak, kita bisa datang, luwes," ujar Ali usai rapat kerja dengan Komisi III DPR, Kamis (3/9).

Baca Juga

Ia menegaskan, tidak ada permintaan dari KPK untuk menyerahkan perkara dugaan suap Pinangki. Selain itu, sudah ada undang-undang yang mengatur perihal pengambilalihan perkara.

"Siapa yang minta, siapa yang minta. Tetapi begini, KPK mempunyai kewenangan untuk melakukan supervisi pengambilahlian gitu, dengan syarat-syarat tertentu," ujar Ali.

Pasal 10A Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK menyebutkan, KPK berwenang mengambil alih penyidikan dan atau penuntutan terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi yang sedang dilakukan oleh Kepolisian dan Kejaksaan. Pengambilalihan itu bisa dilakukan atas beberapa alasan. 

Poin pertama, yakni adanya laporan masyarakat mengenai Tindak Pidana Korupsi tidak ditindaklanjuti. Poin kedua, pengambilalihan dilakukan bila proses penanganan Tindak Pidana Korupsi tanpa ada penyelesaian atau tertunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. 

Poin ketiga, yakni bila penanganan Tindak Pidana Korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku Tindak Pidana Korupsi yang sesungguhnya. Kemudian, poin keempat adalah bipa penanganan Tindak Pidana Korupsi mengandung unsur Tindak Pidana Korupsi. 

Untuk poin kelima, pengambilalihan dilakukan bila ada hambatan penanganan Tindak Pidana Korupsi karena campur tangan dari pemegang kekuasaan eksekutif, yudikatif, atau legislatif. Poin keenam, yakni bila ada keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement