REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Lembaga Indonesia Bureaucracy and Service Watch (IBSW) berharap Inspektorat memeriksa pemerintah daerah (Pemda) yang mencatat realisasi APBD di bawah 25%. Hal itu karena, dalam pandangan IBSW, di masa pandemi akibat Covid-19, APBD seharusnya dapat terserap sehingga rakyat bisa menikmatinya.
"Kami mempertanyakan daerah-daerah yang realisasi APBD nya dibawah 25 persen, apa saja yang dikerjakan Kepala Daerah dan jajarannya? Apalagi ada daerah-daerah yang bahkan di bawah 10 persen artinya rakyat daerahnya tidak menikmati APBD-nya, padahal di saat dampak Pandemi Covid-19 ekonomi masyarakat bertumpu pada pengeluaran yang dilakukan pemerintah," ujar Direktur Eksekutif IBSW, Nova Andika di Jakarta, Selasa (11/8). Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengadakan Rakor Pencapaian Target Realisasi APBD 2029 dan pendisiplinan protokol covid19 dengan 548 Kepala Daerah yg dihadiri oleh Kepala BNPB, Mendes PDTT, Ketua TP PKK Pusat dan Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu pada Senin (10/8) . Pada Rakor yang dilakukan secara virtual tersebut, Mendagri mengungkapkan hanya ada lima provinsi yang realisasi belanja daerahnya di atas rata-rata nasional yaitu DKI Jakarta (54,06%), Kalimantan Selatan (53,49%), Sumatera Barat (51,88%), Sulawesi Selatan (50,25%) dan Gorontalo (48,81%). Sementara provinsi lainnya masih di bawah rata-rata.
Bahkan, ada tiga daerah yang realisasi anggarannya di bawah 10 persen yakni Kab. Gunung Kidul (6,63%), Kota Sibolga (6,89%), dan Kab. Natuna (8,13%).
“Untuk tingkat Pemkab / Pemko dapat diperiksa Inspektorat Provinsi dan untuk Pemprov dapat diperiksa oleh Inspektorat Jenderal Kemendagri," kata Nova.
“Informasi yang disampaikan Presiden Jokowi bahwa masih ada APBD Rp 170 trilyun APBD tersimpan di Bank merupakan sinyal mengkhawatirkan. Rakyat harus segera mendapat manfaat dari kucuran dana-dana APBD tersebut," kata Nova
Adapun daerah daerah yang realisasi APBD di bawah 25 % ( selain yang dibawah 10% di atas) dalam catatan Kemendagri adalah Kab. Pidie (24,80%), Kab. Mappi (24,76%), Kota Sorong (24,69%), Kab. Kerinci (24,60%), Kab. Barito Selatan (24,23%), Kab. Timor Tengah Selatan (24,01%), Kab. Nagekeo (23,44%), Kab. Sumba Timur (23,39%), Kab. Yalimo (23,22%), Kab. Sabu Rajua (23,05%), Kab. Kupang (22,85%), Kab. Supiori (22,43%), Kab. Waropen (22,17%), dan Kab. Sumba Barat Daya (21,99%).
Kemudian Kab. Maybrat (21,98%), Kab. Manggarai Timur (21,93%), Kab. Badung (21,86%), Kab. Sorong Selatan (21,61%), Kab. Kapuas (21,60), Kab. Jayawijaya (20,84%), Kab. Mimika (20,83%), Kab. Konawe (20,16%), Kab. Pulau Taliabu (19,90%), Kab. Pegunungan Bintang (19,47%), Kab. Manokwari (19,37%), Kab. Tolikara (17,02%), Kab. Talakar (16,67%), Kab. Boven Digoel (16,46%), Kab. Paniai (15,79%), Kab. Deiyai (15,28%), dan Kab. Bengkulu Tengah (13,94%).
Saat menyampaikan arahan di Posko Penanganan dan Penanggulangan Covid-19 Provinsi Jawa Barat di Markas Kodam III/Siliwangi hari ini, Presiden Joko Widodo menekankan bahwa salah satu upaya untuk bisa mendongkrak ekonomi di kuartal III adalah melalui belanja daerah. Untuk itu, Presiden meminta kepada para kepala daerah baik Gubernur maupun Bupati/Walikota agar segera merealisasikan belanja APBD-nya.
"Secara nasional saya masih melihat anggaran-anggaran itu masih berada di bank, APBD masih Rp 170 triliun di bank. Artinya, penggunaannya memerlukan kecepatan, terutama di kuartal III ini. Kunci ada di bulan Juli, Agustus, dan September supaya kita tidak masuk ke dalam kategori resesi ekonomi," kata Jokowi.