Selasa 08 Jun 2021 11:50 WIB

KPPOD Dukung Sanksi Bagi Daerah yang Lamban Serap APBD

Sebaliknya, daerah yang berhasil menyerap seluruh APBD mesti diberi apresiasi.

APBD (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
APBD (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) mendukung Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian yang menerbitkan Surat Edaran (SE) Mendagri bersama Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Surat tersebut terbit dengan Nomor 027/2929/SJ dan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Percepatan Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dalam Pengelolaan Keuangan Daerah. 

Belanja daerah dinilai berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi di tingkat akar rumput. Maka daerah yang dengan sengaja memperlambat serapan APBD dianggap harus mendapatkan sanksi tegas. 

"Kami mengapresiasi SE Kemendagri dengan LKPP itu untuk menggenjot belanja daerah. Pasalnya rendahnya serapan anggaran terkait proses pengadaan barang dan jasa," kata Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur KPPOD Arman Suparman di Jakarta, Selasa (8/6).

Menurut dia, SE Kemendagri dengan LKPP mesti menjadi pendorong bagi seluruh pemerintah daerah untuk sesegera mungkin mengoptimalkan belanja APBD. Keinginan pemerintah pusat mendongkrak ekonomi, kata dia, harus menjadi perhatian dan diikuti pemangku kepentingan di daerah. 

"Saya kira dengan surat edaran bersama ini daerah dapat kemudahan untuk belanja. Setelah mengapresiasi ini, yang perlu dilakukan Kemendagri bersama Kementerian Keuangan harus menerapkan insentif dan disinsentif berdasarkan persentase serapan anggaran," ujarnya. 

Ia mengatakan, daerah dengan serapan rendah mesti diberikan sanksi berupa pemangkasan bantuan anggaran dari pusat. Sebaliknya, daerah yang berhasil menyerap seluruh APBD mesti diberi apresiasi berupa tambahan anggaran. 

"Nanti Kemendagri dengan Kemenkeu bisa buat surat edaran untuk sanksi yang serapan rendah. Itu supaya daerah ke depan daerah melaksanakan instruksi pusat. Pasalnya pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat bergantung pada serapan anggaran daerah," kata dia. 

Tito sebelumnya mengatakan, percepatan realiasi anggaran daerah diharapkan dapat membuat uang lebih banyak beredar di tengah masyarakat, sehingga mendongkrak daya beli di tingkat rumah tangga meningkat. Peningkatan ini dinilai mampu mengerek pertumbuhan ekonomi secara nasional. 

Ia pun meminta agar kepala daerah dapat meningkatkan belanja modal pada triwulan kedua tahun 2021. Pasalnya, jenis belanja ini dinilai dapat langsung berdampak kepada masyarakat. 

Lagi pula, triwulan kedua menjadi kunci pertumbuhan ekonomi secara nasional. "Saya minta teman-teman kepala daerah, tolonglah lihat betul proporsi belanja modal," kata Tito. 

Tito pun mengingatkan agar belanja modal harus dilakukan melalui program padat karya sehingga banyak pihak yang menerima aliran dana tersebut, terutama Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Namun, pengadaan barang dan jasa melalui UMKM juga mesti memperhatikan kualitas dan harga barang. 

Dorongan peningkatan belanja barang dan jasa itu berkaitan dengan arahan Presiden yang menginginkan pada 2021 menjadi momentum penanganan pandemi sekaligus memulihkan ekonomi secara lebih baik lagi. Hal itu karena, berdasarkan data Kementerian Keuangan, pertumbuhan ekonomi pada 2021 di triwulan pertama masih minus 0,67%. Padahal pertumbuhan ekonomi pada akhir 2022 ditargetkan mencapai angka plus 5% ke atas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement