Jumat 03 Jul 2020 21:01 WIB

PGI: Penerapan Pancasila Alami Kemerosotan Sejak Reformasi

Semua upaya untuk mengarusutamakan pembinaan Pancasila akan didukung PGI.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Agus Yulianto
Ormas-ormas keagamaan PP Muhammadiyah, PBNU, PGI, KWI, PHDI, Permabudhi, dan Matakin menyampaikan pernyataan bersama menanggapi RUU HIP di Auditorium KH Ahmad Dahlan, Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (3/7).
Foto: Republika/Fuji E Permana
Ormas-ormas keagamaan PP Muhammadiyah, PBNU, PGI, KWI, PHDI, Permabudhi, dan Matakin menyampaikan pernyataan bersama menanggapi RUU HIP di Auditorium KH Ahmad Dahlan, Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (3/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ormas-ormas keagamaan yang ada di Indonesia telah menyampaikan pernyataan bersama untuk menanggapi polemik Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Salah satu ormas keagamaan, Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) menyoroti adanya kemerosotan penerapan nilai-nilai Pancasila setelah reformasi 1998.

"Kami juga mencermati dengan kritis sejak reformasi 1998, Pancasila telah mengalami kemerosotan penerapan atau implementasi dalam proses berbangsa dan bernegara," kata Sekretaris Umum PGI, Pendeta Jacky Manuputty setelah menyampaikan pernyataan bersama ormas-ormas keagamaan di Auditorium KH Ahmad Dahlan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (3/7).

Pendeta Jacky mengatakan, kondisi kemerosotan penerapan Pancasila ini diperparah dengan berkembangnya berbagai macam ideologi transnasional yang memarjinalisasi nilai-nilai luhur Pancasila. Akibatnya berdampak pada melemahnya solidaritas kebangsaan.

Karena itu, dia menambahkan, PGI menyambut upaya pemerintah untuk mengarusutamakan implementasi dan penerapan Pancasila lewat berbagai cara termasuk dengan pembentukan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Karena itu, semua upaya untuk mengarusutamakan pembinaan Pancasila akan didukung PGI.

Dia mengatakan, RUU HIP awalnya dibuat untuk mendukung dan memperkuat posisi legal BPIP dalam pembinaan Pancasila. Namun, yang muncul ke publik ada banyak hal yang harus dikoreksi karena RUU (HIP) yang ada saat ini merupakan konstruksi hukum yang dibangun dan melampaui wewenang sebuah RUU. 

"Kami melihat ada hal-hal yang menurut kami keliru di antaranya menafsir ulang sila-sila Pancasila yang telah disampaikan oleh para bapak bangsa," ujarnya.

Pendeta Jacky menegaskan, Pancasila sebagai pembentuk norma tidak bisa dilegalisir oleh sebuah produk UU. Karena itu PGI mengapresiasi sikap pemerintah untuk menunda pembahasan RUU HIP ini sambil meminta dan menekankan supaya fokus kepada pembinaan, implementasi dan penerapan Pancasila terus menerus dilakukan. Dengan tanpa memberi ruang dalam sebuah UU untuk melakukan tafsir ulang terhadap Pancasila.

"Maka kami minta DPR dan pemerintah dalam situasi ini bisa secara terbuka mengajak semua elemen bangsa untuk berbicara dan mendengar dan menampung aspirasi dari masyarakat secara partisipatoris untuk melakukan atau merumuskan kembali langkah bersama dalam sebuah produk pembinaan Pancasila," jelasnya. 

Sebelumnya, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti membacakan pernyataan bersama ormas-ormas keagamaan tersebut. Salah satu poin dalam pernyataan bersama tersebut menyampaikan bahwa pemerintah menyatakan menunda pembahasan RUU HIP, karena itu DPR hendaknya menunjukkan sikap dan karakter negarawan dengan lebih memahami arus aspirasi masyarakat dan lebih mementingkan bangsa dan negara di atas kepentingan partai politik dan golongan.

Pernyataan bersama untuk menanggapi polemik RUU HIP ini dihadiri perwakilan dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), Wali Gereja Indonesia (KWI), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Persatuan Umat Buddha Indonesia (Permabudhi), dan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement