REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengisyaratkan kasus yang menjerat mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi berkembang dengan penggunaan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Dua pekan ini, penyidik memeriksa sejumlah saksi mengenai aset-aset yang dimiliki Nurhadi maupun Tin Zuraida, istri Nurhadi.
"Penelusuran lebih lanjut mengenai hal tersebut untuk lebih mengembangkan pemeriksaan adanya peristiwa dugaan TPPU," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (24/6).
"Apabila kemudian ditemukan setidaknya dua alat bukti permulaan yang cukup maka KPK tentu akan menetapkan tersangka TPPU dalam kasus tersebut," katanya.
Pada Rabu (24/6), penyidik memeriksa dua orang saksi. Mereka adalah PNS, Elya Rifqiati dan Nurdiana Rahmawati. Dua hari sebelumnya, pada Senin (22/6), KPK memeriksa Tin Zuraida. Kepada Tin penyidik mengonfirmasi ihwal hubungan kedekatan antara Tin dengan Kardi.
Selain itu, penyidik juga mendalami et-aset yang dimiliki oleh Tin bersama Nurhadi. Penyidik juga mengonfirmasi pengkondisian yang disiapkan dan dilakukan Tin ketika Nurhadi ditangkap. "Juga mengenai penerimaan sejumlah uang dari Nurhadi kepada saksi Tin," kata Ali.
Pada saat yang sama, penyidik juga merangkai keterangan dari seorang Notaris, Rismalena Kasri. Penyidik mengonfirmasi mengenai kepemilikan aset-aset uang diduga dimiliki Nurhadi Tak hanya itu dalam mendalami dugaan TPPU, penyidik juga meminta keterangan kepada GM Sandiego Hills ihwal pembelian makam mewah oleh Nurhadi dan Tin.
Kemudian pada Selasa (23/6), penyidik mengonfirmasi aset milik Tin Zuraida yang berada di bawah kekuasaan Kardi kepada seorang karyawan swasta bernama Sudirmanto. Kepadanya, penyidik mengonfirmasi dan mendalami keterangan saksi tersebut terkait adanya beberapa kali dugaan pertemuan antara Kardi dan Tin Zuraida.
"Penyidik mengonfirmasi dan mendalami adanya dugaan aset milik Tin Zuraida yang berada di bawah kekuasaan Kardi," kata Ali. Namun, Ali tak merinci ihwal hubungan antara Tin dan Kardi.
Tin diduga ikut menyamarkan aset-aset yang berasal dari suap dan gratifikasi suaminya. Ia disebut melibatkan sejumlah kerabat untuk mengaburkan transaksi peralihan aset. Bahkan, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman sempat menyampaikan bahwa ada informasi yang menyebutkan Tin Zuraida melakukan pernikahan dengan Kardi pada tahun 2001. Keduanya disebut menikah di Pondok Pesantren Darul Husaini, Tangerang, Banten.
Ali menegaskan KPK berkomitmen untuk sungguh-sungguh menyelesaikan perkara Nurhadi dkk sampai tuntas. Penyidik KPK, lanjut Ali, tentu akan mendalami setiap informasi dan keterangan yang diperoleh dari setiap keterangan saksi-saksi.
Dalam kasus ini, KPK menyangka Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, menerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar. Suap diduga diberikan oleh Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto. KPK menyangka Hiendra memberikan uang itu untuk sejumlah kasus perdata yang melibatkan perusahaannya.
Tercatat ada tiga perkara sumber suap dan gratifikasi Nurhadi, pertama perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara, kedua sengketa saham di PT MIT, dan ketiga gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan. Diketahui Rezky selaku menantu Nurhadi diduga menerima sembilan lembar cek atas nama PT MIT dari Direkut PT MIT Hiendra Soenjoto untuk mengurus perkara itu. Cek itu diterima saat mengurus perkara PT MIT vs PT KBN.
Nurhadi dan menantunya sempat buron lebih dari empat bulan. Pada Senin (1/6) pekan lalu lembaga antirasuah telah menangkap Nurhadi dan Rezky. Saat ini keduanya sudah mendekam di Rutan KPK Kavling C-1.
Lembaga Antirasuah menjadikan Nurhadi buron setelah tidak kooperatif memenuhi panggilan penyidik KPK. Penyidikan perkara ini telah dilakukan sejak 6 Desember 2019, dan untuk kepentingan penyidikan para tersangka sudah dicegah ke luar negeri sejak 12 Desember 2019. Nurhadi bahkan telah mengajukan praperadilan dan telah di tolak oleh Hakim PN Jakarta selatan pada tanggal 21 Januari 2020.