REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencecar Tin Zuraida, istri mantan sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, mengenai perizinan penggunaan pelat nomor kendaraan yang digunakan tersangka Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal/MIT Hiendra Soenjoto (HS) selama pelarian. KPK memeriksa Tin yang juga mantan Staf Ahli Bidang Politik dan Hukum Kemenpan RB itu sebagai saksi dalam penyidikan kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di MA 2011-2016, Senin (16/11).
"Tin Zuraida dikonfirmasi terkait perizinan nomor polisi rahasia yang diduga digunakan oleh tersangka HS pada saat pelarian," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta.
Terkait pelat nomor kendaraan tersebut, KPK pada Senin juga memeriksa Sekretaris Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kemenpan RB T Eddy Syahputra sebagai saksi untuk tersangka Hiendra. "Dikonfirmasi terkait dengan jabatan yang bersangkutan selaku Kabiro Umum dan SDM Kemenpan RB yang mengurus dan menyiapkan penggunaan nomor polisi kendaraan dinas untuk jabatan struktural di Kemenpan RB yang digunakan dan ditemukan pada saat penangkapan tersangka HS," ucap Ali.
Sebelumnya, Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman juga telah menginformasikan bahwa selama pelarian tersangka Hiendra menggunakan mobil dengan pelat nomor kendaraan berkode RFO. "Namun, saya sudah menduga pelat itu agak 'bodong' karena sudah habis masa berlakunya, tetapi tetap masih dipakai di jalanan sehingga niatnya memang kamuflase agar tidak dicurigai karena kalau mobil itu kan dianggap mobil rahasia dinas sehingga tidak dipakai sipil dan itu yang dipakai selama dalam pelarian, mobil itu yang dipakai HS," kata Boyamin dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (31/10).
Selain Hiendra, KPK juga telah menetapkan Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono sebagai tersangka. Untuk Nurhadi dan menantunya saat ini dalam proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Nurhadi dan menantunya didakwa menerima suap Rp45,726 miliar dari Hiendra terkait pengurusan dua gugatan hukum. Selain itu, keduanya juga didakwa menerima gratifikasi senilai Rp37,287 miliar pada periode 2014-2017.
Gugatan pertama adalah perkara antara PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) terkait perjanjian sewa-menyewa depo container milik PT KBN seluas 57.330 meter persegi dan 26.800 meter persegi yang terletak di wilayah KBN Marunda kav C3-4.3, Marunda, Cilincing, Jakarta Utara. Gugatan kedua adalah perkara antara Hiendra Soenjoto melawan Azhar Umar.
Sebelumnya, Hiendra bersama Nurhadi dan menantunya telah dimasukkan dalam status DPO sejak 11 Februari 2020. Hiendra telah ditangkap tim KPK di salah satu apartemen di kawasan Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang Selatan, Kamis (29/10).
Sedangkan Nurhadi dan menantunya telah terlebih dahulu ditangkap tim KPK di salah satu kediaman di Jakarta Selatan, Senin (1/6). KPK telah menetapkan tiga orang tersebut sebagai tersangka pada 16 Desember 2019.