Kamis 26 Aug 2021 12:07 WIB

KPK Ultimatum Seorang PNS Terkait Perkara Pencucian Uang

Dia menjadi saksi terkait kasus yang menjerat mantan sekretaris MA, Nurhadi.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Mas Alamil Huda
Tersangka mantan sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi (tengah) usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Tersangka mantan sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi (tengah) usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengultimatum seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) bernama Kardi lantaran tidak memenuhi panggilan untuk pemeriksaan. Kadri sedianya diperiksa KPK terkait kasus dugaan korupsi dan pencucian uang dalam pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).

"KPK mengingatkan yang bersangkutan untuk kooperatif hadir pada jadwal pemanggilan berikutnya," kata Plt Juru Bicara KPK bidang Penindakan, Ali Fikri di Jakarta, Kamis (26/8).

Kardi sedianya akan dimintai keterangan sebagai saksi terkait kasus yang menjerat mantan sekretaris MA, Nurhadi. Ali menegaskan, tim penyidik KPK akan segera kembali mengirimkan surat panggilan.

Pemeriksaan terhadap Kardi seharusnya dilakukan pada Rabu (25/8) di Gedung Merah Putih KPK. Ali mengatakan, pemanggilan terhadap PNS tersebut telah dilakukan secara patut agar kooperatif hadir.

"Namun informasi yang kami terima, yang bersangkutan tidak memberikan konfirmasi terkait alasan ketidakhadirannya," katanya.

KPK diketahui tengah mengusut kasus dugaan penerimaan suap hingga gratifikasi mantan Bos Lippo Group, Eddy Sindoro. Adapun kasus ini disebut-sebut kembali menjerat Nurhadi. Penyidik KPK menemukan bukti bahwa dalam kasus Nurhadi sebelumnya ditemukan fakta baru dalam sidang perkara suap tahun 2012-2016 di MA.

Seperti diketahui, Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, telah divonis hukuman masing-masing 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta. Nurhadi juga didakwa menerima uang gratifikasi mencapai Rp 37,2 miliar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement