Kamis 18 Jun 2020 17:56 WIB

Dilema Jatim: PSSB Surabaya Setop, Penularan Covid-19 Melaju

Tingkat penularan Covid-19 meningkat setelah PSBB Surabaya Raya tak diperpanjang.

Petugas kesehatan mengenakan APD melintas di dekat mobil laboratorium Covid-19 saat tes cepat Covid-19 massal di kawasan Mulyorejo, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (17/6). (ilustrasi)
Foto: Didik Suhartono/ANTARA FOTO
Petugas kesehatan mengenakan APD melintas di dekat mobil laboratorium Covid-19 saat tes cepat Covid-19 massal di kawasan Mulyorejo, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (17/6). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dadang Kurnia

Jawa Timur (Jatim) masih menjadi provinsi dengan kasus harian Covid-19 terbanyak se-Indonesia. Pada Kamis (18/6), diumumkan 384 kasus baru Covid-19 di Jatim dari total 1.331 kasus baru secara nasional.

Baca Juga

Surabaya masih menjadi episentrum penularan Covid-19 di Jatim. Sebagai ilustrasi, pada Senin (15/6) lalu diumumkan total 8.053 kasus Covid-19 di Jatim dan sebanyak 4.014 kasus dari Surabaya.

Laju penambahan kasus baru Covid-19 di Jatim yang tinggi memunculkan wacana atau usulan agar Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Surabaya Raya kembali diberlakukan. Seperti diketahui, Surabaya tidak memperpanjang PSBB tahap tiga yang berakhir pada 9 Juni.

Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim Joni Wahyuhadi mengatakan, menilai, seharusnya ada PSBB tahap keempat. Sebab, kata dia, setelah pelonggaran PSBB Surabaya Raya, transmission rate dan attack rate Covid-19 di Surabaya Raya kembali melonjak.

"Attack rate dan transmission rate Surabaya Raya kembali naik setelah pelonggaran PSBB. Ini mengecewakan," ujar Joni, belum lama ini.

Joni pun menilai, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya perlu mereevaluasi tren kenaikan kasus positif Covid-19 di Surabaya yang belum melandai. Dengan reevaluasi itu bisa mendapatkan kriteria perlu tidaknya PSBB diterapkan kembali.

"PSBB atau lockdown bisa dilakukan kalau rate of transmission meningkat. Kita ini mau transisi menuju normal. Tapi kalau ternyata ada rate-nya meningkat lagi atau karena warga tidak peduli lagi kepada protokol kesehatan," kata Joni.

Menurut Joni, tujuan melakukan PSBB sebelumnya adalah untuk mendorong zona merah menjadi kuning. "Kalau makin banyak merahnya maka di-review ulang," katanya.

Joni berpendapat, kabupaten/ kota mempunyai mekanisme review apakah data yang masuk sekarang ini bisa dijadikan landasan berpikir ulang untuk PSBB. Sebab, bukan tidak mungkin setelah Perwali dan Perbub transisi new normal di Surabaya Raya kemudian harus PSBB lagi karena penularan masih tinggi.

Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur, Heru Tjahjono menegaskan, penerapan PSBB adalah kewenangan pemerintah daerah. Menurutnya, Gubenur Jatim hanya memediasi ketika ada pengajuan PSBB dari suatu daerah, untuk disampaikan ke Kementerian Kesehatan.

"Yang menentukan PSBB bukan Pemerintah Provinsi. Itu atas usulan kabupaten/ kota karena itu kewenangan kabupaten/ kota. Jadi diusulkan, dan Bu Gubernur hanya memediasi," kata Heru di Surabaya, Kamis (18/6).

Terkait layak atau tidaknya Surabaya Raya kembali menerapkan PSBB, Heru belum bisa menilainya. Menurutnya, hal itu memerlukan kajian lebih dalam yang harus ditunjang oleh bukti-bukti di lapangan. Pemerintah Provinsi diakuinya terus melakukan upaya-upaya untuk memutus penyebaran Covid-19, meski tanpa PSBB.

"Kami menilai harus dengan data dan bukti-bukti lapangan. Kita sudah punya Covid-19 Hunter, sudah berjalan. Bantuan-bantuan rapid test, alat-alat PCR juga berjalan. Itu ingin menggali sampai di mana tingkat penularan tersebut," ujar Heru.

Wakil Koordinator Hubungan Masyarakat Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya M. Fikser menegaskan, pihaknya tidak berharap diterapkannya kembali PSBB di Surabaya Raya. Maka dari itu, Fikser mengaku pihaknya terus bekerja untuk melakukan pemutusan penyebaran Covid-19. Sehingga ekonimi dapat berjalan, sekaligus penyebaran Covid-19 bisa ditekan.

"Kita bekerja untuk bagaimana supaya hal-hal itu (perpanjangan PSBB) tidak terjadi. Kita pun juga berusaha untuk dua-duanya jalan. Artinya ekonomi pun bergerak, tapi pemutusan rantai penyebaran (Covid-19) pun kita lakukan," ujar Fikser di Surabaya, Kamis (18/6).

Fikser mengakui, untuk melakukan pemutusan penyebaran Covid-19 di Kota Pahlawan bukan sesuatu yang mudah. Oleh karena itu, menurutnya, perlu keterlibatan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam upaya tersebut. Kesadaran masyarakat untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan secara ketat, menurutnya harus terus didorong.

"Makanya kita berharap masyarakat untuk mari sama-sama jangan sampai PSBB itu terjadi lagi di Surabaya. Patuhi protokol kesehatan yang disampaikan pemerintah. Disiplin menjadi kunci untuk tidak terkena Covid-19," ujar Fikser.

Fikser mengatakan, masyarakat Surabaya berkali-kali merasakan PSBB. Saat itu pula, banyak keluhan dari masyarakat yang ingin ekonomi bergerak, sekaligus kesehatan dan keselamatan jiwanya terjaga. Maka, untuk mewujudkan harapan masyarakat tersebut, kuncinya ada pada masyarakat itu sendiri. Yakni, untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan.

Fikser melanjutkan, tidak diperpanjangnya PSBB di Surabaya Raya, merupakan bentuk kepercayaan kepada masyarakat Kota Pahlawan. Fikser mengaku, pihaknya terus bekerja agar kepercayaan itu bisa terus dijaga.

"Tracing itu yang betul-betul diperkuat oleh teman-teman di bawah. Ini ada penambahan lagi, ada relawan dari FKM akan bergabung dengan teman-teman Puskesmas untuk memperkuat tracing di lapangan untuk mencari kontak-kontak penyebatan itu. Jadi kami berharap kesempatan yang diberkan itu akan terus kita jaga," kata Fikser.

photo
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa (ilustrasi) - (republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement