Jumat 12 Jun 2020 02:43 WIB

Golkar Usul Ambang Batas Parlemen 7 Persen

Menurut Golkar, sistem presidensial efektif jika DPR bersistem multipartai sederhana.

Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung.
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi II DPR RI Fraksi Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, Golkar mengusulkan ambang batas parlemen dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu menjadi 7 persen. Alasannya, sistem presidensial yang efektif dan selaras kalau DPR menganut sistem multipartai sederhana.

"Sistem pemerintahan kita selama ini menganut sistem presidensial, itu akan efektif dan selaras kalau DPR-nya menganut sistem multipartai sederhana," kata Doli kepada para wartawan di Jakarta, Kamis (11/6).

Baca Juga

Ia menjelaskan, Indonesia secara kultural telah mengikuti proses seleksi atau penyederhanaan jumlah parpol misalnya sejak era reformasi telah diberlakukan ambang batas parlemen sebesar 2,5 persen, 3 persen, dan 4 persen. Menurut dia, untuk pemilu ke depan perlu ada kenaikan ambang batas parlemen dan Golkar mengusulkan sebesar 7 persen karena diharapkan UU Pemilu yang dihasilkan tidak berubah-ubah setiap lima tahun sekali.

"Kami menginginkan agar UU ini ditetapkan dalam waktu yang cukup panjang, tidak berubah lima tahun sekali sehingga 15 tahun atau 20 tahun sekali kita akan uji," ujarnya.

Doli mengatakan, untuk ambang batas pencalonan presiden, Golkar mengusulkan tetap seperti Pemilu 2019 yaitu 20 persen kursi parlemen dan 25 persen dari suara sah nasional. Ia menjelaskan, untuk besaran kursi per daerah pemilihan, Golkar mendorong agar besarannya menjadi 3-8 untuk DPR RI dan 3-10 untuk DPRD provinsi dan kabupaten/kota.

"Usulan tersebut agar kedekatan antara para wakil rakyat dengan konstituen semakin kuat karena dapil yang semakin kecil. Tanggung jawab wakil rakyat dengan daerah atau konstituennya semakin intensif," ujarnya.

Doli mengatakan terkait sistem pemilu, Golkar masih mengkaji opsi ketiga. Yaitu sistem campuran, yang merupakan gabungan antara proporsional dengan mayoritarian.

Ia menjelaskan dalam sistem campuran tersebut, misalnya di satu daerah pemilihan ada 10 kursi, tergantung nanti kesepakatannya berapa persen mau dibuat sistem proporsional dan mayoritarian.

"Soal sistem pemilu, Golkar sedang mengkaji serius sistem ketiga yaitu sistem campuran yang merupakan gabungan antara proporsional dengan mayoritarian," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement