Senin 08 Jun 2020 19:33 WIB

Golkar: Proposional Tertutup Cocok dengan Pemilu Serentak

Fraksi Golkar menilai proposional tertutup cocok dengan pemilu yang digelar serentak.

Pemilu (ilustrasi)
Foto: Republika/Musiron
Pemilu (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar, Zulfikar Arse Sadikin mengatakan sistem pemilu proporsional tertutup dengan memilih partai dan nomor urut calon legislatif lebih cocok dengan keserentakan pemilu legislatif dan pemilu presiden-wakil presiden. Menurutnya sistem pemilu proposional tertutup juga akan memudahkan pemilih dalam menggunakan hak pilihnya.

"Mengapa kami mengkaji sistem tertutup karena MK sudah putuskan pemilu serentak konstitusional yaitu mutlak hanya di pusat yaitu DPR RI, DPD RI, dan Presiden-Wakil Presiden berbarengan satu hari H pemilihan," kata Zulfikar saat dihubungi di Jakarta, Senin (8/6).

Baca Juga

Zulfikar mengatakan, sistem tersebut lebih memudahkan bagi pemilih dalam menggunakan hak pilihnya karena surat suara hanya satu yaitu pasangan calon presiden-wapres lalu di bawahnya logo partai yang mendukung. Menurutnya, kalau seseorang senang dengan paslon capres-cawapres maka bisa langsung memilih partai yang mengusung pasangan tersebut.

Zulfikar menjelaskan argumentasi kedua, sistem tertutup lebih bisa secara signifikan mendapatkan efek ekor jas dalam pemilu karena salah satu yang ingin dicapai dalam keserentakan pemilu adalah pemenang eksekutif sama dengan pemenang legislatif.

"Oleh karena itu diharapkan eksekutif mendapatkan dukungan legislatif, itu didapat dari pengaruh efek ekor jas. Misalnya saya pilih capres A maka saya pilih partai yang mengusung A, itu akan lebih signifikan dampaknya karena milih partai sehingga kalau sistem terbuka maka akan terjadi cross cutting," ujarnya.

Menurutnya, argumentasi ketiga, proporsional tertutup akan membuat biaya penyelenggaraan pemilu lebih murah karena surat suara yang digunakan hanya satu yaitu memilih paslon capres-cawapres dan partai politik pendukungnya. Namun Zulfikar mengatakan, meskipun partainya mengusulkan sistem tertutup, partisipasi masyarakat terutama dalam kaderisasi di internal parpol harus dibuat rinci dalam UU Pemilu sehingga tidak hanya diatur dalam anggaran dasar/anggaran rumah tangga partai bahwa rekrutmen calon anggota legislatif berlangsung demokratis dan terbuka dengan tahapan yang diatur dalam UU.

"Kalau tertutup, Insya Allah pemilih semakin diarahkan menyoblos capres dan partai yang mengusung paslon tersebut," ucapnya.

Zulfikar menjelaskan, sebenarnya Partai Golkar mengusulkan tiga pilihan alternatif yang akan digunakan terkait sistem pemilu yaitu proporsional terbuka, tertutup, atau campuran.Menurutnya, kalau yang akan digunakan proporsional terbuka maka harus terbuka penuh, artinya pemilih memilih caleg bukan seperti yang digunakan dalam Pemilu 2009, 2014, dan 2019.

"Kalau kita proporsional terbuka di Pemilu 2009, 2014, dan 2019 namun masih tanggung karena masih menyediakan ruang bagi pemilih untuk mencoblos partai padahal coblos partai adalah sistem tertutup," katanya.

Ia mengkritik kalau sistem memilih partai dan disusun sesuai nomor urut, itu ciri proporsional tertutup sehingga partainya mendorong kalau mau menggunakan sistem terbuka maka pemilih harus benar-benar mencoblos nama caleg dan disusun secara alfabet. Zulfikar mengatakan, partainya juga mengusulkan jika tidak mau menggunakan proporsional terbuka atau tertutup maka menggunakan sistem campuran yaitu bisa sistem paralel atau "mixed member proportional", sehingga silakan dikaji, mana yang lebih tepat digunakan untuk Indonesia.

"Kalau mau proporsional terbuka, ya benar-benar pilih orang, susun secara alfabet namun kalau tidak mau maka gunakan sistem tertutup karena kompatibel dengan keserentakan pemilu. Kalau tidak mau lagi, ya kami tawarkan sistem campuran, yaitu bisa sistem paralel atau 'mixed member proportional'," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement