Selasa 09 Jun 2020 21:59 WIB

Pilkada Ujian Konsistensi Berdemokrasi di Tengah Covid-19

Kemendagri mengatakan pilkada ujian konsistensi berdemokrasi di tengah Covid-19.

Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik
Foto: Republika/Prayogi
Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyebutkan, penyelenggaraan Pilkada Serentak pada 9 Desember 2020 sebagai sebuah ujian konsistensi berdemokrasi bagi Indonesia di tengah pandemik Covid-19. Kemendagri mengatakan pelaksanaan pilkada pada akhir tahun sudah melalui pertimbangan matang.

Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri, Akmal Malik mengatakan Indonesia perlu membuktikan diri sebagai bangsa yang kuat, seperti Korea Selatan yang tetap melaksanakan pemilu walaupun di tengah perang maupun di tengah pandemik Covid-19. "Ini menunjukkan spirit sebuah negara berdemokrasi. Ini baik sebagai contoh bagi Indonesia. Kita tetap memperjuangkan demokrasi dengan mengedepankan keselamatan dan kesehatan warga negara," kata Akmal alam webinar bertajuk "Pilkada Aman COVID-19 dan Demokratis," yang diselenggarakan oleh Kemendagri dan PB IDI, Selasa (9/6).

Baca Juga

Akmal menegaskan, keputusan pemerintah bersama dengan DPR dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melaksanakan Pilkada Serentak pada 9 Desember 2020, telah melalui pertimbangan yang matang. Dia mengatakan agenda Pilkada seyogyanya dilaksanakan pada 23 September 2020. Namun, pada 31 Maret KPU secara sepihak menunda beberapa tahapan Pilkada karena pandemik Covid-19.

"Kami dapat memahami keputusan KPU, yaitu karena adanya kejadian luar biasa yaitu pandemik Covid-19. Dan menyikapi keputusan KPU ini, bersama dengan DPR Komisi II, sudah beberapa kali rapat untuk mempertimbangkan yang kemudian melahirkan Perppu No. 2 tahun 2020 tentang pelaksanaan Pilkada Serentak pada 9 Desember," ujarnya.

Karena terkait dengan bencana nonalam Covid-19, maka telah diadakan beberapa kali diskusi dengan Gugus Tugas Covid-19. Dari pembahasan tersebut, Gugus Tugas Covid-19 memberikan ruang bagi pelaksanaan Pilkada dengan protokol kesehatan yang ketat. Menurut Akmal, Pilkada serentak 9 Desember 2020 merupakan pengalaman pertama bagi Indonesia sejak merdeka melaksanakan pencoblosan di tengah pandemik.

"Belajar dari berbagai negara di dunia, ada 65 pemerintahan yang menunda pemilu, tetapi ada juga negara yang menunjukkan spirit luar biasa. Mereka membangun demokrasinya dalam keadaan berat. Pilkada 9 Desember 2020 ini nanti dapat menjadi sebuah legacy bagi negara ini, bahwa kita bangsa Indonesia adalah bangsa yang tidak menyerah dalam kondisi apa pun," ujarnya menegaskan.

Alasan lain dari urgensi pelaksanaan Pilkada 9 Desember 2020, menurut dia, adalah demi efektifitas pemerintahan di daerah. Dikatakannya, jika Pilkada tidak dilaksanakan tahun ini, sebanyak 224 daerah yang termasuk dalam 270 daerah yang melaksanakan Pilkada Serentak pada 9 Desember, akan mengalami kekosongan kepemimpinan pada 17 Februari 2021 karena masa jabatan kepala daerahnya berakhir. Artinya akan ada kekosongan massal akan kepemimpinan yang definitif.

"Kepemimpinan yang definitif dan legitimate saja belum dapat bekerja optimal. Apalagi ketika daerahnya dipimpin Plt. Yang kewenangannya relatif terbatas. Padahal, diperlukan pemimpin daerah yang siap bertarung menghadapi Covid-19 dan mendapat legitimasi masyarakat. Sehingga nanti pada bulan Maet 2021, kita sudah memiliki pemimpin daerah yang legitimate. Mereka yang akan bersama masyarakat melawan Covid-19," jelasnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement