Selasa 09 Jun 2020 21:17 WIB

KPU: Tahapan Pilkada di Tengah Pandemi Rumit dan Mahal

Komisioner KPU mengatakan tahapan pilkada di tengah pandemi rumit dan mahal.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Bayu Hermawan
Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi (tengah)
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan pelaksanaan tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) di tengah pandemi Covid-19 rumit dan mahal. Pemungutan suara Pilkada 2020 serentak di 270 daerah dijadwalkan diselenggarakan pada 9 Desember, sehingga tahapan pilkada akan dimulai kembali 15 Juni.

"Tahapan-tahapan pilkada di tengah pandemi itu rumit. Karena memang tahapan pilkada sendiri sudah sangat detail, ditambah lagi ada protokol kesehatan, sehingga tambah rumit. Dan yang jelas mahal," ujar Pramono dalam diskusi virtual 'Polemik dan Solusi Pilkada 2020', Selasa (9/6).

Baca Juga

Sebab, ada banyak kebutuhan yang harus dipenuhi dalam menggelar Pilkada dengan protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Ia mengatakan, Korea Selatan yang menyelenggarakan pemilu legislatif saat pandemi juga membutuhkan tambahan anggaran yang cukup signifikan

"Meskipun risiko tinggi, rumit dan mahal, tetapi bukan berarti tidak bisa. Karena banyak negara lain yang dapat menjadi rujukan. Bagi kami, pilkada di tengah pandemi dapat diselenggarakan sepanjang memenuhi beberapa prasyarat," katanya.

Syarat pertama, soal regulasi dan landasan hukum yang jelas dalam melaksanakan pemungutan suara serentak pada 9 Desember 2020, sehingga pengambilan keputusan itu memiliki argumen hukum yang kokoh. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pilkada membuka ruang Pilkada dapat ditunda dan dijadwalkan kembali apabila tidak dapat dilaksanakan Desember karena Covid-19 belum berakhir.

"Kedua, pengambilan keputusan itu secara politik juga kokoh karena diambil melalui rapat yang memang melibatkan lembaga-lembaga berwenang. Ada lembaga penyelenggara pemilu, ada Kemendagri, ada Komisi II DPR," lanjut Pramono.

Belum lagi, kementerian/lembaga lain yang berkaitan dengan wabah virus corona seperti Kementerian Kesehatan maupun Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Selain itu, terkait usulan tambahan anggaran pilkada untuk kebutuhan alat pelindung diri perlu dibahas dengan Menteri Keuangan.

Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi II DPR pada Rabu (3/6) lalu, KPU mengajukan usulan tambahan anggaran tersebut mencapai Rp 5 triliun. Bawaslu mengajukan tambahan anggaran sebesar Rp 290 miliar dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebanyak Rp 39,052 miliar.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement