Senin 08 Jun 2020 07:07 WIB

Perindo Kritisi Rencana Pemisahan Pemilu Nasional dan Daerah

Sekjen Perindo mempertanyakan pemisahan pemilihan anggota legislatif DPR dan DPRD.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
Sekjen Partai Perindo, Ahmad Rofiq
Foto: Istimewa
Sekjen Partai Perindo, Ahmad Rofiq

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekjen Partai Perindo Ahmad Rofiq mengkritisi terkait rencana pemisahan pemilu nasional dan pemilu daerah sebagaimana diatur dalam draft RUU Pemilu yang sedang disusun DPR. Menurutnya, aneh apabila pemilu daerah  diselenggarakan terpisah dengan pemilu nasional.

Pemilu daerah terdiri dari pemilihan gubernur, kabupaten/kota pileg DPRD provinsi, kabupaten/kota, sedangkan pemilu nasional terdiri dari pemilihan presiden, pemilihan anggota DPR RI dan DPD RI. "Jika pileg DPR RI dan DPRD dilakukan secara terpisah lalu di mana letak eksistensi sebuah partai politik nasional?" kata Rofiq melalui pesan WhatsApp kepada Republika.co.id, Ahad (7/6).

Baca Juga

Ia memandang aturan tersebut hanya akan membuat demokrasi menjadi semakin liar dan membuat partai politik (parpol) kehilangan independensinya memperjuangan demokrasi. Ia juga mengibaratkan parpol nasional dengan macan ompong yang tidak lagi bisa membela kepentingan rakyat dan tidak lagi mampu memperjungkan aspirasi rakyat. 

"Parpol akan jauh lebih sibuk dengan konflik internal antara pusat dan daerah," ujarnya. 

Selain itu, ia juga mempertanyakan pemahaman pembuat RUU Pemilu soal anatomi partai politik dan kebijakan. Ia khawatir RUU tersebut dibuat tanpa kajian dan hanya membangun khayalan demokrasi-demokrasi semata yang utopis.

"Parpol harus menyadari bahwa RUU pemilu ini mencari format pemilu dengan penuh keadilan, bukan RUU pemilu yang dapat membelenggu demokrasi. Seharusnya publik hearing dilakukan terlebih dahulu, kajian akademik dan lain-lain agar format pemilu yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan demokrasi rakyat yang terus berkembang," jelasnya.

Tidak hanya soal pemisahan pemilu nasional dan daerah, Rofiq juga menyoroti terkait kemungkinan hangusnya puluhan juta suara apabila besaran ambang batas parlemen (parliamentary threshold). Ia menilai parliamentary threhold yang ditetapkan terlalu tinggi. 

Menurutnya, perlu ada kanalisasi untuk mengakomodir partai yang tidak lolos ke parlemen. "Mestinya harus ada wacana bahwa PT (parliamentary threshold) diberlakukan dan partai non-PT dapat masuk ke senayan dengan membentuk fraksi gabungan dengan partai non-PT. Hal ini untuk menjamin keberlangsungan demokrasi yang sangat menghargai suara rakyat," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement