Senin 18 May 2020 19:47 WIB

Menanti Respons Pemerintah untuk Nasib Pers Akibat Pandemi

Dewan Pers ajukan tujuh insentif yang diharap bisa hindari perusahaan media kolaps.

Pengendara motor melintas di depan mural yang bergambar mural seputar pandemi corona. Ada banyak lini industri yang terdampak secara ekonomi akibat Covid-19, salah satunya adalah perusahaan pers dan media massa.
Foto: Antara/Muhammad Iqbal
Pengendara motor melintas di depan mural yang bergambar mural seputar pandemi corona. Ada banyak lini industri yang terdampak secara ekonomi akibat Covid-19, salah satunya adalah perusahaan pers dan media massa.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fauziah Mursid, Ronggo Astungkoro, Adinda Priyanka

Perusahaan media merupakan salah satu bisnis yang terdampak secara ekonomi dari pandemi virus corona jenis baru. Tanpa bantuan pemerintah bukan tidak mungkin industri media mati perlahan=lahan.

Baca Juga

Dewan Pers meminta pemerintah segera merespons permintaan memberikan insentif ekonomi bagi keberlangsungan hidup pers di tengah pandemi Covid-19. Sebab, tujuh insentif yang dirumuskan Dewan Pers bersama Asosiasi Perusahaan Media dan Asosiasi Profesi Media hingga kini belum ditanggapi resmi oleh Pemerintah.

Pertemuan dengan Menteri Koordinator bidang politik, hukum dan keamanan yang sedianya dilakukan pada Senin (18/5) hari ini belum terlaksana. "Kita masih tunggu tanggapan pemerintah karena belum ada tanggapan resmi, jadi tadi juga belum ketemu Pak Menko, jadi masih ngobrol dengan Pak Deputi, Pak Deputinya akan menyampaikan kepada Pak Menko," ujar Ketua Komisi Hubungan Antar-Lembaga dan Luar Negeri Dewan Pers Agus Sudibyo saat dihubungi, Senin (18/5).

Ia menerangkan, tujuh insentif yang diminta asosiasi itu menjadi hal mendesak untuk menyelamatkan media. Sebab, industri pers dan media massa juga sangat terdampak karena pandemi.

"Kita minta responsnya segera karena kita tidak bisa menunggu lagi untuk menyelamatkan media. Banyak media yang tidak akan lama dalam situasi begini itu, iklan menurun, memang pertolongannya harus segera," ujarnya.

Agus menerangkan, dalam waktu dekat dijanjikan akan ada pertemuan dengan Menko Polhukam untuk mendapat respons dari pemerintah. Namun, Agus mengatakan, tindaklanjut pemerintah lah yang kini paling dinantikan untuk tetap menjaga pers tetap hidup.

Ia menilai, pemerintah lebih condong melihat skala ekonomi dalam memberi insentif kepada industri maupun pelaku usaha. Akibatnya, industri media menjadi hal yang tidak difokuskan diberi stimulus dalam situasi pandemi Covid-19.

"Dibandingkan industri yang lain, skala ekonominya tidak besar maka belum mendapat prioritas sejauh ini. Padahal fungsi urgensi media itu bukan di skala ekonominya saja. Tapi justru di peran sosial politiknya," kata Agus.

Ia menerangkan, fungsi media dalam sosial politik sangat besar sebagai jembatan informasi antara Pemerintah dan masyarakat. Meskipun di era digital sekalipun, peran media tetap dibutuhkan.

Ia mencontohkan, di situasi pandemi Covid-19, masyarakat memperoleh informasi akurat dan terpercaya dari media massa. "Jadi jangan dilihat skala ekonominya saja tapi liat peran sosial politiknya media sebagai jembatan informasi antara pemerintah dan masyarakat, di dunia ini tidak ada satu negara yang bisa menangani pandemi tanpa peran media massa," katanya.

Karena itu, ia menilai langkah Pemerintah memberi stimulus ekonomi bagi keberlangsungan hidup pers adalah langkah tepat untuk keberhasilan negara menangani Covid-19.

"Jadi membantu pers di era krisis ini sangat penting untuk keberhasilan negara tangani Covid dan ini juga buat jangka panjang karena kalau pers mati gegara krisis, bagaimana nasib demokrasi setelah ini, " katanya.

Tujuh insentif yang diharap media adalah pertama mendorong negara untuk tetap mengalokasikan dana sosialisasi kebijakan, program, atau kampanye penanggulangan Covid-19, baik di tingkat pusat maupun daerah untuk perusahaan pers. Kemudian, mendorong negara untuk memberikan subsidi harga kertas bagi perusahaan pers cetak sebesar 20 persen dari harga per kilogram komoditas tersebut.

Yang ketiga, Dewan Pers dan asosiasi mendorong negara memberikan subsidi biaya listrik untuk perusahaan pers sebesar 30 persen dari tagihan per bulan pada periode Mei-Desember 2020. Selanjutnya, negara perlu memberikan kredit berbunga rendah dan berjangka panjang melalui Bank BUMN untuk perusahaan pers.

Insentif kelima yakni negara perlu menangguhkan kewajiban karyawan dan perusahaan pers untuk membayar iuran BPJS ketenagakerjaan selama masa pandemik Covid-19, tanpa mengurangi manfaat yang seharusnya diperoleh karyawan. Kemudian, pemerintah juga didorong untuk menanggung kewajiban karyawan dan perusahaan pers untuk membayar iuran BPJS Kesehatan selama masa pandemik Covid-19.

Poin ke tujuh yaitu mendorong negara memaksimalkan pemungutan pajak pendapatan dari perusahaan platform global yang beroperasi di Indonesia. Seperti antara lain Google, Facebook, YouTube, Twitter, Instagram, Microsoft, dan lainnya.

Komponen atau hasil pemungutan pajak pendapatan tersebut penting untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat dan setara, serta layak dialokasikan untuk mengembangkan dan menyelamatkan institusi jurnalisme di negeri ini. "Selain dalam bentuk kampanye, kita juga akan melakukan kegiatan lobi untuk memperjuangkan aspirasi ini," ujarnya.

Kabid Media Massa Kemenko Polhukam, Beben Nurfadilah, menyampaikan, jangan sampai pandemi menggoyahkan media massa. "Media jangan sampailah ini (kolaps) terjadi karena kan peran media dalam mengatasi Covid-19 ini sangat diperlukan. Informasi bagi masyarakat," ujar Beben melalui sambungan telepon.

Menurut dia, media massa merupakan sumber informasi yang dapat dipercaya ketimbang media-media lainnya, terutama media sosial. Di media sosial, kata dia, teramat banyak informasi yang beredar dan belum tentu bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Karena itu pemerintah perlu turut membantu industri media massa di tengah situasi seperti saat ini.

"Jadi saya tampung dulu (hasil rapat dengan para pemimpin redaksi), saya laporkan ke Pak Menko, laporkan tadi ada teman-teman media, ini harus ada tindak lanjutnya. Jangan sampai corong informasi penyebaran Covid-19 ini pada kolaps," tuturnya.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menyebutkan, pemerintah membuka kemungkinan memberikan insentif tambahan bagi perusahaan media. Tapi, insentif ini tidak ditujukan khusus pada satu sektor, melainkan seluruh sektor yang memang dinilai terdampak pandemi Covid-19 dan membutuhkan dukungan pemerintah.

Salah satu insentif yang dimaksud Yustinus adalah BPJS Ketenagakerjaan. Rencananya, pemerintah akan memberikan subsidi dalam jumlah besar, sehingga beban terhadap perusahaan dan karyawan yang selama ini menanggung iuran akan berkurang.

"Untuk BPJS  (Ketenagakerjaan), sejauh saya tahu, sudah akan ada policy 90 persen akan disubsidi pemerintah," ujar Yustinus ketika dihubungi Republika.co.id, Jumat (15/5).

Selain itu, Yustinus menambahkan, subsidi listrik untuk industri pun sudah ada wacana yang terus didiskusikan di kementerian terkait. Insentif ini diharapkan mampu mengurangi ongkos produksi banyak perusahaan.

Untuk harga kertas, Yustinus menyebutkan, belum semua aspek mendapatkan relaksasi. Saat ini, baru bea masuk untuk pabrik kertas saja yang menerima insentif. "Untuk insentif lain musti didiskusikan antar-institusi ya," katanya.

Yustinus memastikan, industri media merupakan salah satu sektor yang mendapatkan perhatian pemerintah di tengah tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Hal ini terbukti dari masuknya sektor ini dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 44 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Covid-19.

Dalam regulasi tersebut, perusahaan media mendapatkan sejumlah insentif pajak. Di antaranya, Pajak Penghasilan (PPh) 21 karyawan yang ditanggung 100 persen oleh pemerintah, pembebasan PPh 22 impor, pengurangan PPh Pasal 25 sebesar 30 persen hingga percepatan restitusi.

photo
Cara mendapat surat izin keluar masuk Jakarta - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement