Jumat 15 May 2020 17:22 WIB

Nasdem Yakin Perpres Kenaikan Iuran BPJS Bakal Dibatalkan MA

Legislator Nasdem yakin Perpres kenaikan iuran BPJS akan kembali dibatalkan MA.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Bayu Hermawan
Anggota Komisi IX DPR RI Okky Asokawaty.
Foto: MPR RI
Anggota Komisi IX DPR RI Okky Asokawaty.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR RI  Okky Asokawati menilai, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, berpeluang besar kembali digugurkan oleh Mahakamah Agung (MA) bila dipaksakan diundangkan. Sebab menurutnya, materi yang tertuang di Perpres No 64/2020 secara substansial tidak berbeda dengan Perpres 75/2019 yang telah dibatalkan oleh MA. 

"Jadi, besar kemungkinan Perpes 64/2020 akan dibatalkan MA," ujar anggota Fraksi Nasdem itu, Jumat (15/5).

Baca Juga

Menurutnya , perbedaan Perpres 64/2020 dengan Perpres 75/2020 hanya menunda kenaikan pembayaran khususnya di kelas III pada awal tahun 2021. Padahal, MA dalam putusannya membatalkan norma di Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Perpres 75/2019. Pasal 34 ayat (1) Perpres 64/2020 hakikatnya sama dengan norma yang dibatalkan oleh MA. 

"Norma saat ini hanya menunda kenaikan kelas III hingga awal tahun 2021. Adapun kelas II dan kelas III hanya dikurangi Rp. 10.000 dari rencana sesuai Perpres 75/2019 dan efektif pada awal Juli mendatang," kata Ketua DPP Nasdem Bidang Kesehatan itu. 

Salah satu pertimbangan hakim MA dalam putusan atas pembatalan norma di Perpres 75/2019 karena terdapat kewajiban negara untuk menjamin kesehatan warga serta kemampuan warga negara yang tidak meningkat. Ia menilai, pemerintah tak paham dengan esensi dari putusan MA ini. 

"Dari pertimbangan hakim ini saja, penyusun Perpres 64/2020 ini tampak gagal paham dalam memahami pertimbangan dan putusan MA," ujar Okky.

Okky menambahkan, kondisi masyarakat saat ini makin sulit imbas dampak pandemi Covid-19. Situasi tersebut, kata Okky, juga diamini pemerintah dengan program jaring pengaman sosial (social safe net). Sayangnya, kata Okky, Perpres 64/2020 justru menabrak spirit yang terkandung dalam pertimbangan dan putusan MA terdahulu. 

Di samping itu, Oky mengutip kajian KPK bahwa semestinya iuran BPJS Kesehatan tak perlu naik. Sejumlah rekomendasi KPK terkait persoalan BPJS Kesehatan ini di antaranya agar Kementerian Kesehatan menyusun Pedoman Nasional Praktik Kedokteran (PNPK) yang hingga Juli 2019 lalu baru 32 PNPK dari target sejak 2015 sebanyak 80 PNPK. 

Selain itu, tambah Okky, rekomendasi KPK lainnya agar Kemenkes memberi pilihan untuk pembatasan manfaat untuk penyakit katastropik yakni penyakit akibat gaya hidup. KPK menyebutkan, jika terdapat pembatasan manfaat untuk jenis penyakit ini dapat mengurangi potensi pengobatan yang tidak perlu sebesar 5 sampai 10 persen. 

"Jadi, banyak opsi yang bisa dilakukan Kemenkes dan BPJS Kesehatan selain menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Ini persoalan mau atau tidak," kata Okky menambahkan. 

Berdasarkan Perpres pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk Kelas I dan II per Juli 2020. Sedangkan tarif Kelas III yang kenaikannya sempat dibatalkan oleh MA kembali dinaikkan tahun depan.

Dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tertulis: Iuran Kelas I yaitu sebesar Rp 150 ribu per orang per bulan dibayar oleh Peserta PBPU dan Peserta BP atau pihak lain atas nama Peserta.

Iuran Kelas II yaitu sebesar Rp 100 ribu per orang per bulan dibayar oleh Peserta PBPU dan Peserta BP atau pihak lain atas nama Peserta. Iuran Kelas III Tahun 2020 sebesar Rp 25.500, tahun 2021 dan tahun berikutnya menjadi Rp 35 ribu. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement