Kamis 07 May 2020 18:32 WIB

Mutammimul Ula, Politikus Antisuap dan Teguh Pegang Prinsip

Mutammimul yang juga ayah dari para hafiz ini dikenal sederhana dan tak birokratis.

Rep: Ali Mansur/ Red: Teguh Firmansyah
Kenangan almarhum Mutammimul Ula beserta istri dan kesepuluh anaknya yang hafiz Alquran.
Foto: Dok Pribadi
Kenangan almarhum Mutammimul Ula beserta istri dan kesepuluh anaknya yang hafiz Alquran.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepergian Mutamminul Ula, sosok yang inspirasi banyak keluarga Muslim, tidak hanya menjadi duka bagi keluarga tapi juga sahabat dan rekan-rekannya. Termasuk, Delianur yang juga junior Mutamminul Ula di Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PII).

Mantan Ketua Umum PB PII 2006, Delianur pun menuturkan kenangan serta kesan yang indah dari sosok Mutammimul Ula. Menurut Delianur, ketika Mutamminul masih menjabat anggota DPR RI dan dia masih aktif di PII, ia tidak sulit untuk menemui almarhum. Bahkan, cukup dengan menghubungi lewat pesan singkat saja.

Baca Juga

"Perkenalkan diri kamu siapa dan katakan kamu mau silaturahim. Maka dia akan membalasnya langsung tanpa lewat staf," ujar Delianur lewat unggahanya di Facebook, Kamis (7/5).

Biasanya, lanjut Delianur, Mutammimul Ula akan menyebutkan waktu dan tempat untuk bertemu. Kadang di ruangannya di senayan di DPR RI atau di rumah disan. Hanya saja jika bertemu dengannya satu hal yang mesti diingat, yaitu jangan berpikir bisa membicarakan proyek atau anggaran negara. Meskipun, dia adalah anggota DPR RI yang mempunyai kekuasaan mengatur anggaran negara.

"Dia hanya akan bertanya bagaimana kabar kita, ada kegiatan apa dan menanyakan apa yang bisa dia bantu sebagai Anggota DPR RI. Meski beliau juga sudah membantu kami secara regular," tutur Delianur.

Lalu sebagai seorang Kakak, sambung Delianur, dia pasti tidak akan lupa mengingatkan akan banyak hal. Beberapa bulan lalu, Delianur mengaku, seorang teman yang sedang menyusun tugas akhir program doktor tiba-tiba menghubunginya.

Delianur tidak mengetahui bagaimana temannya itu bisa tahu jika dia mengenal Mutammimul Ula. Padahal ia tidak pernah cerita tentang sosok ayah dari anak para penghafal Alquran tersebut. Teman ia membutuhkan beberapa informasi dari almarhum sebagai mantan anggota DPR RI dan ini berkaitan dengan disertasinya.

“Waktu itu, saya tidak menanyakan lebih detail disertasinya tentang apa dan bagaimana. Saya mengatakan bila saya tidak bisa membantu, karena Mas Tamim (Mutammimul Ula) sedang sakit dan tidak bisa kemana-mana. Jadi menggali informasi dan komunikasi nya mesti langsung ke rumahnya,” terang Delianur.

Selanjutnya, Delianur mengingatkan, meski Mutammimul Ula adalah mantan anggota DPR RI dan masih mempunyai posisi strategis di partai, tapi tempat tinggalnya bukan di pusat Jakarta atau kompleks mewah. Melainkan rumahnya sederhana di daerah Tapos, Depok. Beberapa bulan lalu, Delianur berkesempatan bertemu kembali dengan temannya tadi, di sebuah restauran di bilangan Cikini, Jakarta Pusat.

"Pada kesempatan itulah teman saya tadi menceritakan disertasinya yang sudah diberi nilai A oleh para penguji. Disertasi dia itu membahas proses pembuatan UU No 7 Tahun 2004 tentang privatisasi sumber daya air," terang Delianur

Lanjut, Delianur dari penelusuran dia terhadap proses legislasi terhadap UU ini, baik itu dengan mengkaji bahan pustaka, menelaah risalah rapat juga wawancara berbagai pihak, World Bank dan perusahaan air dunia terlibat untuk meloloskan Draft UU ini untuk disahkan DPR RI.

Pelobi World Bank dan perusahaan air dunia tidak hanya mendatangi senayan, tapi juga istana. Upaya World Bank dan perusahaan air dunia ini berhasil.

“Saya tidak menanyakan lebih detail seperti apa lobi dan persuasi yang dilakukan World Bank dan perusahaan air dunia. Selain karena saat itu kami juga banyak membicarakan hal lain, teman saya tadi mengatakan bahwa sudah ada penerbit yang tertarik menerbitkan disertasinya menjadi buku" ucap Delianur

Sementara, menurut Delianur, Mutammimul Ula adalah anggota DPR yang menolak keras privatisasi sumber daya air. Ia menolak segala macam bentuk persuasi dan lobi baik yang dilakukan oleh World Bank maupun perusahaan air dunia. Mu’tamimul Ula susah dengan lantang menyatakan penolakan terhadap pasal-pasal privatisasi dalam UU sumber daya air. Karena itu hanya menguntungkan perusahaan air dunia dan merugikan masyarakat Indonesia.

“Menurut teman saya tadi, selain Mutamimmul Ula, adalagi satu anggota DPR RI yang juga vokal menyatakan penolakan terhadap privatisasi sumber daya air. Susah didekati dan disuap. Namanya Abdul Hakam Naja,” jelas Delianur

Hanya saja, Delianur menyebut, Mutamimmul Ula berhasil membawa sikap penolakannya terhadap privatisasi sumber daya air menjadi suara resmi partai. Perihal politik almarhum, Delianur teringat ucapan Mahatma Gandhi, yaitu ada tujuh dosa sosial yang kerap terjadi.

Di antaranya,  politik tanpa prinsip, kekayaan tanpa kerja keras, perniagaan tanpa moralitas, kesenangan tanpa nurani, pendidikan tanpa karakter, ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan, dan peribadatan tanpa pengorbanan.

"Sepanjang pergaulan saya dengan Mas Tamim, sebagai politisi almarhum bukanlah jenis politikus yang disebut Gandhi memiliki dosa sosial akut, yaitu politisi tanpa prinsip. Almarhum adalah jenis politisi yang teguh memegang prinsip. Karena itu banyak yang tetap menghormatinya meski berbeda pandangan dan aliran politik, apalagi cuma berbeda partai," tutup Delianur.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement