REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Partai Golkar Firman Soebagio menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker) adalah langkah konkret dan terobosan dari pemerintah untuk memastikan pemulihan ekonomi usai pandemi Covid-19.
"RUU ini banyak diharapkan dan menjadi angin segar, tentunya nanti pemerintah bisa melakukan langkah konkret dan terobosan serta memberikan insentif yang jelas terkait pemulihan ekonomi ini," kata Firman Soebagio, Selasa (14/4).
Menurutnya, dampak ekonomi dari Covid-19 dirasakan oleh seluruh dunia dan Indonesia memang harus merespons permasalahan ekonomi ini dengan segera. Jika pemerintah dan DPR tidak segera membuat regulasi ekonomi yang memadai atau terobosan yang mengimbangi negara lain, maka Indonesia akan ketinggalan dan terpuruk dalam permasalahan ekonomi yang berkelanjutan pasca pandemi.
"Target investasi bisa tidak tercapai, ekonomi kita tidak akan pulih, ditambah lagi tenaga kerja yang sudah banyak menganggur akan terus bertambah dan sangat sulit diatasi. Sekarang justru tepat kita melakukan pembahasan RUU Cipta Kerja ini," katanya melanjutkan.
Firman juga mengatakan bahwa di tengah pandemi Covid-19 ini, justru tiap bidang harus menjalankan tugasnya secara efektif. "Soal penanganan Covid-19 kan sudah ada gugus tugasnya, mereka jalankan perihal penanganan kesehatan. Nah tim ekonomi juga kan harus jalankan tugasnya, mempersiapkan dampak ekonominya. Sehingga ketika semua ini berakhir, kita sudah siap dan ekonomi juga pulih kondisinya," katanya.
Dalam ketentuan perundangan, Firman menyatakan bahwa pembahasan rancangan perundangan harusnya bisa diselesaikan dalam dua masa sidang. DPR menargetkan draf ini bisa selesai dibahas tepat waktu. "Tentu kita juga harus libatkan stakeholder, tapi harus dilihat juga bahwa ini kepentingan nasional," kata Firman menutup.
Sebelumnya, Baleg DPR menggelar rapat kerja dengan menteri terkait untuk mendengarkan penjelasan pemerintah soal Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Rapat teresbut digelar secara fisik dan virtual, Selasa (14/4).
"Kami akan tanya keseriusan pemerintah membahas RUU Ciptaker di saat situasi seperti sekarang ini," ujar Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi, Selasa (14/4).
Raker tersebut akan menjadi yang perdana bagi Baleg dan pemerintah dalam pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Dalam forum tersebut, DPR akan mendengar terlebih dahulu pemaparan dari pemerintah.
Namun, Baidowi menegaskan bahwa raker perdana ini belum membahas poin-poin yang berada dalam RUU Cipta Kerja. Hasil dari rapat nanti akan memutuskan langkah selanjutnya dari RUU tersebut. "Ini baru pembahasan awal dan mengambil keputusan untuk langkah selanjutnya," ujar Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR itu.
RUU Omnibus Law Cipta Kerja beberapa waktu lalu sempat melahirkan polemik di tengah masyarakat. RUU yang disebut akan menambah lapangan kerja dan memuluskan iklim investasi tersebut justru dianggap bisa berpotensi merusak lingkungan dan melanggar hak-hak buruh.
Dekan FH UII, Dr Abdul Jamil mengatakan, RUU Cipta Kerja itu memiliki berbagai permasalahan. Dari sisi teknis, pertama pilihan metode Omnibus Law. Sejatinya Omnibus Law merupakan metode dalam suatu pembentukan peraturan perundang-undangan yang belum dikenal di Indonesia, yang diklaim pemerintah akan efisien.
"Namun, klaim ini belum tentu benar atau tepat, ini mengingat belum ada data yang diberikan kepada publik terhadap keberhasilan metode Omnibus Law di negara-negara lain," kata Abdul kepada wartawan, Kamis (12/3) lalu.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi), Ihsan Raharjo menyebut RUU Omnibus Law Cipta Kerja berpotensi memunculkan perbudakan modern di kalangan buruh. Menurutnya semangat yang dibawa omnibus law cipta kerja bukan untuk kesejahteraan buruh, melainkan semangat perbudakan seperti di masa kolonialisme yang dilakukan Belanda.
"Setidaknya dari sisi pertumbuhan maupun kebijakan pertanahannya, kita kembali lagi ke zaman kolonialisme hindia belanda," kata Ihsan, Kamis (5/3).