REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Dua terdakwa laki-laki dalam kasus video pornografi 'Vina Garut' dinyatakan bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Garut. Pada sidang putusan pada Kamis (26/3), terdakwa yang masing-masing berinisial W (41 tahun) dan AD (29) divonis telah melanggar Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Hubungan Masyarakat (Humas) PN Garut Endratmo Rajamai mengatakan, kedua terdakwa divonis dinyatakan melakukan tindak pidana sesuai dinyatakan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Kedua terdakwa itu divonis hukuman penjara 2 tahun 9 bulan dan denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan.
"Vonis lebih rendah dari tuntutan JPU," kata dia, Kamis.
Ia menjelaskan, vonis diberikan lebih rendah dari tuntutan lantaran majelis hakim menilai ada hal yang meringankan terdakwa. Ia mencontohkan, kedua terdakwa belum pernah dihukum, memiki keluarga, dan kooperatif selama menjalani persidangan. Selain itu, kedua terdakwa juga berjanji tak akan mengulangi perbuatannya.
Kuasa hukum kedua terdakwa, Soni Sanjaya, mengaku menerima putusan vonis majelis hakim. Sebab, vonis yang diberikan lebih ringan dari tuntutan JPU.
"Keduanya (terdakwa) juga menerima karena lebih ringan," kata dia.
Kendati demikian, kuasa hukum akan mengambil langkah jika JPU mengajukan banding atas vonis yang lebih ringan itu. Namun, ia memperkirakan, JPU tak akan melakukan banding.
Sementara itu, JPU Dapot Dariarma mengatakan, vonis yang ditetapkan majelis hakim memang lebih rendah dari tuntutan hukuman pejara selama 4 tahun. Namun, ia menilai, vonis itu telah lebih dari 2/3 tuntutan.
Ia mengaku akan melaporkan putusan itu kepada pimpinan Kejaksaan Negeri Garut. "Ada jangka waktu seminggu untuk menyatakan sikap (banding atau tidak)," kata dia.
Ihwal terdakwa perempuan dalam kasus itu, berinisial P (19) yang belum diputuskan vonis, Dapot mengatakan, pada Kamis juga digelar sidang dengan agenda pembacaan replik olah kuasa hukumnya. Menurut dia, pengajuan replik adalah hak dari terdakwa. Pihak JPU hanya tinggal menunggu putusan majelis hakim.
"Mau berkata seperti apa, menganggap korban atau lainnya, yang memutuskan nanti majelis hakim," kata dia.