Kamis 26 Mar 2020 18:52 WIB

Pengamat Sosial: Jangan Sesatkan Publik Terkait Corona

Perlu kerja sama para tokoh masyarakat untuk meyakinkan pentingnya social distancing.

Sosiolog Universitas Indonesia (UI), Devie Rahmawati.
Foto: dokpri
Sosiolog Universitas Indonesia (UI), Devie Rahmawati.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wabah virus corona (Covid-19) telah menjadi bencana kemanusiaan yang menelan banyak korban. Namun wabah virus korona bukan hanya tantangan penyakit saja. Indonesia yang telah menerapkan kebijakan social distancing ternyata tidak berjalan mulus. Wabah virus corona dan social distancing menimbulkan persoalan baru yakni penyakit sosial seperti maraknya hoaks dan ketegangan sosial di masyarakat. Sehingga perlu upaya bersama untuk mengatasi ini semua.

Pengamat sosial, Devie Rahmawati mengatakan bahwa perlu kerja sama dari para tokoh masyarakat dan juga tokoh agama untuk meyakinkan masyarakat tentang pentingnya social distancing sehingga masyarakat bisa mematuhi hal tersebut.

“Jadi jangan sampai kemudian ada tokoh yang menyampaikan statement ke publik yang justru muatannya adalah hoaks dan mendorong menyesatkan publik. Selain itu para tokoh tersebut juga harus memberikan contoh dengan menolak ketika diminta umatnya untuk mengadakan pengajian di masjid atau ibadah ke gereja untuk melakukan doa bersama. Itu harus dihindari dulu untuk sementara,” ujar Devie dalam siaran persnya, Kamis (26/3).

Lebih lanjut wanita yang juga dosen dan peneliti tetap program Vokasi Humas Universitas Indonesia (UN) ini mengingatkan agar para tokoh-tokoh tersebut bisa menjadi patron sehingga bicaranya juga  harus berdasarkan fakta dan data yang benar. Yang mana sumbernya harus satu yakni dari pemerintah dan bukan dari  data-data yang lain.

“Para tokoh tersebut harus berani menertibkan jamaah dan anggota masyarakatnya masing-masing. Jadi ketika ada informasi dia harus berani bilang ini salah, ini tidak benar, ini belum valid, ini tidak ilmiah. Termasuk juga para moderator atau admin grup media sosial seperti Whatsapp (WA) itu harus berani bicara seperti itu. Karena akan bahaya nantinya kalau dibiarkan,” ucapnya.

Artinya pemerintah menurutnya secara struktur harus membuat aturannya, bukan cuma imbauan saja. Misalnya siapa yang keluar rumah lalu sanksinya apa, termasuk siapa yang kemudian mengeluarkan kalimat yang tidak benar. "Mungkin bukan hukuman penjara, misalnya denda atau menghapus info yang disebarkannya. Tetapi kalau itu informasi hoaks-nya sudah terlalu parah tentu bisa dikenakan undang undang ITE,” ujarnya

Dikatakan Devie, kebijakan social distancing itu memang untuk mengurangi interaksi sosial dengan orang lain termasuk kontak tatap muka langsung dan aktivitas di luar rumah sehingga dapat mengurangi penyebaran virus Covid-19 ini.

“Akan tetapi memang ada dampak yang ditimbulkan dari social distancing itu sendiri. Secara sosiologis dan psikologis itu mempengaruhi pola interaksi manusianya. Ini yang kemudian secara terminologi social distancing itu mendorong manusia kemudian merasa teralienasi (terasing atau terisolasi),” tutur wanita yang juga Ketua Program Studi (Prodi) Vokasi Komunikasi (Humas) UI itu.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement