REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mempertimbangkan persidangan in absentia atau proses mengadili seseorang tanpa dihadiri oleh terdakwa dalam kasus suap proses PAW anggota DPR terpilih dengan tersangka Harun Masiku. Seperti diketahui, hingga saat ini Harun Masiku masih buron.
"Kalau pun kemudian seandainya tak tertangkap sampai hari kami melimpahkan ke pengadilan, tak menutup kemungkinan sekali lagi itu tetap kami lanjutkan dengan proses persidangan in absentia," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, di Gedung KPK Jakarta, Kamis (5/3).
"Apakah pembuktiannya cukup? kami sudah merasa cukup, walaupun sebetulnya keterangan terdakwa tetap dibutuhkan. Tetapi, dengan keberadaan alat bukti yang lain dan saksi lain kami merasa optimistis untuk tetap bisa dilimpahkan perkara itu walau tak ada Harun Masiku," ujarnya.
Ghufron mengatakan, proses peradilan dengan menggunakan mekanisme in absentia dapat dilakukan meski tak ada terdakwa yang dihadirkan dalam persidangan.
"Prinsipnya begini, bahwa persidangan itu harus berikan kesempatan bagi tersangka untuk bela diri. tetapi kesempatan membela diri itu kalau kemudian tak diambil oleh tersangka atau terdakwa, itu adalah hak dia," jelasnya.
Dalam perkara ini, lembaga antirasuah KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka, yaitu mantan komisioner KPU, Wahyu Setiawan; mantan Caleg PDIP, Harun Masiku; eks anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina; dan Saeful (swasta). Harun diduga menyuap Wahyu dengan uang Rp900 juta. Dari keempat orang tersangka, hanya Harun yang belum ditangkap dan masih menjadi buron KPK.