REPUBLIKA.CO.ID, BANYUMAS -- Majelis hakim Pengadilan Negeri Banyumas yang menyidangkan kasus pembunuhan beserta mutilasi, menjatuhkan hukuman maksimal pada terdakwa Deni Priyanto alias Goparin (37).
Dalam sidang yang berlangsung Kamis (2/1), majelis hakim Abdullah Mahrus sebagai hakim ketua, serta Tri Wahyudi dan Randi Jastian Afandi sebagai hakim anggota, menjatuhkan vonis mati pada terdakwa.
''Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana dan menyembunyikan mayat dan pencurian, menjatuhkan pidana dengan pidana mati,'' kata Hakim Ketua Abdullah Mahrus saat membacakan putusan.
Terdakwa Deni yang mengenakan pakaian putih lengan panjang, celana hitam, rompi merah dan kopyah putih, hanya tertunduk saat menyimak putusan majelis hakim. Seusai sidang, Deni juga langsung dibawa petugas ke mobil tahanan kejaksaan yang menunggu di luar gedung pengadilan.
Vonis hukuman mati yang dijatuhkan majelis hakim ini, sejalan dengan tuntutan yang sebelumnya diajukan jaksa penuntut umum. Jaksa Antonius Banyas yang menjadi jaksa penuntut dalam perkara ini, sebelumnya menuntut terdakwa dengan hukuman mati. Dalam tuntutannya, Deni didakwa melakukan tindak pidana pembunuhan berencana sesuai pasal 340 KUHP subsider pasal 338 KUHP, dan lebih subsider lagi pasal 355 ayat 2 KUHP.
''Terdakwa secara sadis dan berencana telah menghilangkan nyawa orang dengan cara memotong dan membakar tubuh korban, bahkan usai melakukan perbuatan kejinya merampas dan menjual barang korban berupa perhiasan dan mobil,'' jelas jaksa.
Lebih dari itu, terdakwa juga mempunyai jejak rekam sebagai residivis perkara pencurian dengan pemberatan tahun 2008 dan perkara penculikan dengan kekerasan pada 2016. Hal itulah yang membuat jaksa menuntut hukuman mati.
Dalam putusannya, Hakim Ketua Abdullah Mahrus juga sependapat dengan tuntutan yang disampaikan jaksa penuntut umum. Hakim ketua menilai, selama persidangan berlangsung, terdakwa tidak menunjukan adanya penyesalan atau upaya untuk memperbaiki diri.
Bahkan majelis hakim menilai, terdakwa seolah olah tidak seperti telah melakukan perbuatan kejam tanpa memperhatikan keluarga korban yang menanggung perasaan sedih dan kehilangan nyawa korban.
''Ditambah terdakwa juga mempunyai jejak rekam sebagai residivis perkara pencurian dengan pemberatan tahun 2008 dan perkara penculikan dengan kekerasan tahun 2016,'' jelasnya.
Usai membacakan dakwaan, hakim memberi waktu selama tiga hari kepada terdakwa untuk mengajukan banding. Bila selama tiga hari itu terdakwa tidak mengajukan permohonan banding, maka putusan hukuman mati dianggap sudah memiliki kekuatan hukum tetap.
Penasehat hukum terdakwa, Waslam Makhsid, mengaku tidak bisa memutuskan apakah akan mengajukan banding atau menerima putusan. "Keputusan apakah akan banding atau menerima putusan, sepenuhnya merupakan hak prerogatif Deni sendiri,'' jelasnya.
Sebagaimana diketahui, Deni Priyanto Desa Gumelem Wetan, Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara, didakwa telah melakukan pembunuhan berencana terhadap Komsatun Wachidah (51), warga Cileunyi Kota Bandung. Pembunuhan dilakukan dengan cara memukul kepala korban, di rumah kost terdakwa di Bandung, pada Juli 2019.
Kasus ini sempat menarik perhatian masyarakat, karena setelah melakukan pembunuhan tersebut, tersangka berupaya menghilang jejak kasusnya dengan memutilasi dan membakar tubuh korban. Sebagian potongan tubuh korban dibakar di Desa Watuagung Kecamatan Tambak Kabupaten Banyumas, sedangkan sebagian lainnya dibakar di wilayah Sempor Kabupaten Kebumen.