Senin 09 Dec 2019 08:09 WIB

Golkar dan Demokrat Dukung Presiden Tolak Amendemen UUD

Amendemen bisa menimbulkan kegaduhan yang dinilai justru kontraproduktif.

MPR RI selaku lembaga yang berkewenangan mengamandemen UUD 1945 (ilustrasi)
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
MPR RI selaku lembaga yang berkewenangan mengamandemen UUD 1945 (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dua partai politik menyatakan mendukung sikap Presiden Joko Widodo untuk menolak amendemen UUD 1945. Setelah Demokrat, kini Partai Golkar juga sependapat dengan Presiden untuk tidak membahas amendemen di MPR.

Ketua Fraksi Golkar MPR Idris Laena mengatakan, Golkar menilai saat ini belum waktunya untuk mengutak-atik konstitusi. Idris menilai amendemen bukan perkara yang mudah karena menyangkut konstitusi negara.

Baca Juga

"Kalau berubah satu pasal saja, ya akan memengaruhi seluruh produk peraturan perundangan di bawahnya. Sudah barang tentu juga memengaruhi kebijakan pemerintah," kata Idris kepada wartawan, di Jakarta, Sabtu (7/12).

Ia menambahkan, sikap Fraksi Golkar di MPR telah sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto pada acara penutupan Munas Golkar 2019 untuk tidak akan mengutak-atik UUD Negara RI 1945. Idris menegaskan, sebagaimana tertuang dalam ayat 1 pasal 37 UUD 1945, amendemen memerlukan syarat yang tak mudah. Usul perubahan pasal-pasal UUD dapat diagendakan dalam sidang MPR apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR.

Ayat 3 pasal yang sama juga mengatur sidang MPR harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 atau 470 orang dari jumlah anggota MPR yang ada untuk mengubah pasal-pasal UUD 1945. "Terus, pada ayat 4 diamanatkan, mesti dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50 persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota MPR," kata dia.

Golkar menilai amendemen di Indonesia tidak diperlukan dalam waktu mendekat. Pasalnya, amendemen bisa menimbulkan kegaduhan yang dinilai justru kontraproduktif untuk agenda perbaikan ekonomi yang menjadi misi Golkar pada periode ini.

Karena itu, Idris melanjutkan, dalam pandangan Partai Golkar, tidak ada urgensinya mengamendemen UUD 1945. "Kalau cuma terkait soal isu pokok-pokok haluan negara, dapat dibuat dalam bentuk undang-undang saja," ujarnya.

Sikap dukungan juga dilontarkan Wakil Ketua MPR Fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan yang mendukung sikap Presiden untuk meminta pembahasan amendemen dihentikan. Syarief mengatakan, pendapat Presiden Jokowi sesuai dengan partai yang dipimpin Ketua Umum Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tersebut. "Kalau kami dari Demokrat ya kita terima kasih karena itu sejalan dengan Partai Demokrat untuk tidak usah mengamendemen," ujar Syarief.

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat itu juga menegaskan, amendemen UUD 1945 masih berupa rencana dari MPR. Saat ini MPR masih menyosialisasikan hal tersebut ke sejumlah elemen masyarakat. "Kita baru kepada sosialisasi. Kita perlu minta pandangan dari masyarakat, dari rakyat. Kalau Presiden sudah punya sikap begitu bagus, jadi rakyat tentu akan bisa menilai," ujar Syarief.

Sebelumnya, Wakil Ketua MPR dari Fraksi PDI Perjuangan Ahmad Basarah menilai Presiden seharusnya tak perlu bersikap emosional terkait ada rencana amendemen. PDIP menyalahkan Kementerian Sekretariat Negara yang dinilai tak memberi penjelasan komprehensif terkait rencana amendemen.

"Ya sebenarnya Pak Pokowi tidak harus menyampaikan pernyataan yang cenderung emosional menyikapi soal dinamika wacana dan rencana amendemen terbatas UUD 1945 untuk menghadirkan kembali haluan negara," ujar Basarah.

Menurut Basarah, seharusnya Jokowi mendapat masukan yang komprehensif terkait pandangan fraksi-fraksi di MPR yang setuju untuk menghadirkan kembali haluan negara melalui amendemen terbatas. "Termasuk fraksi dari partai politik beliau sendiri, yaitu PDI Perjuangan," katanya menegaskan. N arif satrio nugroho, ed: agus raharjo

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement