REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengungkapkan tujuan penerbitan Surat Keputusan Bersama (SKB) 11 Menteri tentang Penanganan Radikalisme pada ASN dan PP Nomor 77 Tahun 2019 tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan Perlindungan terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim dan Petugas Pemasyarakatan. Menurut Moeldoko, aturan itu hanya sekadar panduan.
"Sebenarnya lebih ke sebuah panduan bahwa pendekatan untuk deradikalisasi itu pendekatan yang komprehensif, tidak hanya pendekatan keamanan, pendekatan komprehensif itu bisa melalui pendidikan edukasi, perbaikan infrastruktur sosialnya, infrastruktur pendidikan, perbaikan dan lain-lain," kata Moeldoko di kantor KSP Jakarta, Selasa.
SKB tersebut diterbitkan pada 12 November 2019 bersamaan dengan peluncuran portal aduanasn.id. Para menteri yang terlibat dalam SKB ini adalah Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Agama Fachrul Razi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim, dan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate.
Selain itu ada pula Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Suhardi Alius, Kepala Badan Kepegawaian Negara Bima Haria Wibisana, Pelaksana tugas Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Hariyono, dan Ketua Komisi ASN Agus Pramusinto.
Salah satu poin yang ada dalam SKB ini adalah, menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis melalui media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, Bineka Tunggal Ika, NKRI, dan pemerintah.
"Intinya bahwa deradikalisasi itu jangan hanya didekati dengan pendekatan keamanan, tetapi jauh lebih penting menurut saya pendekatan-pendekatan kesejahteraan, pendekatan pendidikan, kesehatan dan seterusnya," ungkap Moeldoko.