Selasa 26 Nov 2019 12:25 WIB

Puan Sebut SKB 11 Menteri dan Lembaga Sebuah Kemunduran

Puan menilai SKB 11 menteri dan lembaga seperti kembali ke masa lalu.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Teguh Firmansyah
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Puan Maharani
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Puan Maharani

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Ketua DPR RI Puan Maharani menyebut penerbitan surat keputusan bersama (SKB) 11 Menteri dan lembaga terkait penanganan radikalisme sebuah kemunduran. Puan selaku politikus PDI Perjuangan pun menyebut, partainya mengkritisi SKB itu.

Menurut Puan, fraksi-fraksi di DPR RI sudah menyampaikan pendapat masing-masing soal penerbitan SKB yang kontroversial itu. "PDI Perjuangan sudah menyampaikan bahwa itu akan kembali ke zaman, setback-lah, ke belakang," ujar Puan saat ditemui di Senayan, Jakarta Pusat.

Baca Juga

Maka itu, Puan mendorong agar SKB ini dibicarakan dan dikaji kembali. Ia meminta Komisi II DPR RI agat kembali berbicara dengan kementerian terkait. Terlebih, fraksi-fraksi parpol disebutnya tak setuju dengan usulan itu.

"Bicarakan kembali di Komisi II. Jadi, sikap semua fraksi sebagian besar menyampailan, bahwa itu sebaiknya tidak dilakukan," ujar Puan.

Diketahui, sejumlah Kementerian dan Badan melakukan penandatanganan Surat Keputusan Bersama (SKB) Penanganan Aparatur Sipil Negara(ASN) di Hotel Grand Sahid, Jakarta Selatan, Selasa (12/11). Dalam kesempatan ini juga diluncurkan portal aduan ASN, di laman aduasn.id.

Adapun yang menandatangi SKB ialah Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), Mendagri, Menkumham, Menag, Mendikbud, Menkominfo, Kepala BIN, Kepala BNPT, Kepala BKN, Kepala BPIP, dan Komisi ASN.

Nantinya masyarakat dapat melaporkan ASN yang diduga melanggar. Laporan itu bisa dibuat dengan memperhatikan poin-poin radikalisme buatan pemerintah.

Aturan ini langsung menuai protes. SKB ini dianggap mengancam hak azasi manusia (HAM) dan melanggar kebebasan berpendapat. Terlebih lagi, definisi dan indikator radikalisme buatan pemerintah dinilai tak komprehensif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement