REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Direktur Penyiaran Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Geryantika Kurnia menyampaikan 10 poin yang menjadi fokus pemerintah dalam revisi Undang-Undang Penyiaran.
“Dari Kominfo, ada dua yang jadi prioritas 2020. Sudah disepakati pada saat RDP pertama Kominfo dengan Komisi I, PDP dan RUU Penyiaran yang masih tetap inisiatif DPR,” ujar Gery dalam Kumpul Media di Bogor, Senin (25/11).
Menurut Gery, UU Penyiaran harus direvisi karena perubahan teknologi, yakni beralihnya televisi analog ke digital, yang saat ini tidak memiliki undang-undang. “Terutama masalah ASO (Analog Switch Off) itu ternyata harus di Undang-Undang, tidak cukup peraturan menteri,” kata Gerry.
Menurut dia, draft revisi dari Badan Legislasi terlalu detail, sebab memiliki 169 pasal. “Khawatirnya kalau terlalu detail nanti ada perubahan-perubahan harus revisi lagi Undang-Undang Penyiaran, Kami berpikir lebih fleksibel,” ujar dia.
Gery berharap UU Penyiaran dapat disepakati pemerintah dan DPR pada 2020. Kominfo juga menargetkan siaran televisi analog dapat seluruhnya beralih ke digital pada 2022.
Berikut 10 poin yang menjadi fokus pemerintah dari revisi UU Penyiaran.
1. Digitalisasi penyiaran televisi terestrial dan penetapan batas akhir penggunaan teknologi analog (ASO).
2. Penguatan LPP TVRI dan LPP RRI dengan pembentukan Radio Televisi Republik Indonesia.
3. Kewenangan atributif antara Pemerintah dan Komisi Penyiaran Indonesia.
4. Penguatan organisasi KPI.
5. PNBP penyelenggaraan Penyiaran dan Kewajiban Pelayanan Universal dalam bentuk persen pendapatan kotor (gross revenue).
6. Simplifikasi klasifikasi perizinan jasa penyiaran berdasarkan referensi internasional.
7. Penyebarluasan informasi penting dari sumber resmi pemerintah.
8. Pemanfaatan kemajuan teknologi bidang penyiaran.
9. Penyediaan akses penyiaran untuk keperluan khalayak difabel.
10. Penyelenggaraan penyiaran dalam keadaan force major.