REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK segera membicarakan perkembangan terbaru perkara korupsi penghapusan piutang Bantuan Langsung Bank Indonesia (BLBI) terhadap BDNI pascaputusan etik terhadap hakim agung ad hoc tindak pidana korupsi, Syamsul Rakan Chaniago. Pembicaraan terkait menyusun strategi baru dalam penanganan perkara ini.
"Kami pastikan KPK serius dan berkomitmen mengusut kasus dengan kerugian negara Rp 4,58 triliun ini, khususnya penyidikan yang berjalan saat ini dan juga tindak lanjut pasca putusan kasasi 9 Juli 2019 lalu," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Ahad (29/9).
Juru Bicara Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro menyatakan hakim ad hoctindak pidana korupsi, Syamsul Rakan Chaniago terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim. Syamsul dihukum tidak boleh menangani perkara selama enam bulan.
Syamsul adalah salah satu majelis hakim kasasi yang menangani kasus dugaan korupsi perkara korupsi penghapusan piutang Bantuan Langsung Bank Indonesia (BLBI) terhadap BDNI dengan terdakwa mantan kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumengung (SAT). Pada 9 Juli 2019, majelis kasasi yang terdiri atas hakim Salman Luthan selaku ketua dengan anggota hakim Syamsul Rakan Chaniago dan Mohamad Asikin memutuskan SAT tidak melakukan tindak pidana sehingga harus dilepaskan dari tahanan.
Pelanggaran etik yang dilakukan Syamsul Rakan Chaniago adalah namanya masih tercantum di kantor firmahukum walau sudah menjabat sebagai hakim ad hoc Tipikor pada MA. Syamsul mengadakan pertemuan dengan pengacara SAT, yaitu Ahmad Yani, di Plaza Indonesia pada 28 Juni 2019 pukul 17.38-18.30 WIB.
Padahal saat itu, Syamsul sebagai hakim anggota pada majelis hakim SAT. "Bisa disebut informasi ini sebagai lembaran baru kasus BLBI atau setidaknya memperjelas beberapa kontroversi dan keraguan sebelumnya," kata Febri.
Febri mengakui KPK cukup terkejut dengan pelanggaran etik yang dilakukan oleh hakim Syamsul tersebut. "Memang cukup mengejutkan juga ketika terbukti hakim agung bertemu dan berhubungan dengan pengacara terdakwa, apalagi untuk kasus sebesar ini. Semoga sanksi tersebut semakin memperjelas persoalan sebelum putusan lepas tersebut diambil di MA," ungkap Febri.
Namun hingga hari ini, KPK juga belum menerima salinan putusan kasasi SAT sejak diputuskan pada 9 Juli 2019. "Sampai saat ini KPK belum menerima putusan kasasi dengan terdakwa SAT. Sebelumnya kami sudah mengirimkan surat ke MA untuk meminta putusan kasasi kasus BLBI tersebut, padahal putusan itu penting untuk menentukan langkah KPK berikutnya," kata Febri.
Penasihat hukum SAT di tingkat pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, Ahmad Yani, yang disebut bertemu dengan hakim Syamsul membantah pertemuan tersebut. "Saya tidak ada pertemuan dengan hakim Syamsul tapi pada tanggal itu di Plaza Indonesia. Saya hanya kebetulan bertemu dengan Pak Syamsul menjelang Magrib, itu juga tidak berdua saja tapi bersama-sama dengan rombongan lain," kata Ahmad Yani.