Sabtu 28 Sep 2019 21:30 WIB

TNI Belum Lihat Kerusuhan Wamena Sebagai Konflik Horizontal

TNI belum melihat persoalan di Wamena, Papua, sebagai konflik horizontal.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Bayu Hermawan
Sebuah gedung terbakar saat kerusuhan di Wamena, Provinsi Papua,, Senin (23/9).
Foto: AP/George Yewun
Sebuah gedung terbakar saat kerusuhan di Wamena, Provinsi Papua,, Senin (23/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- TNI belum melihat persoalan di Wamena, Papua, sebagai konflik horizontal. Permasalahan yang timbul di sana dianggap disebabkan oleh kabar tidak benar yang beredar di tengah masyarakat.

"Belum i(konflik) horizontal lah. Tapi kan karena aksi brutal, masyarakat pendatang yang jadi korban sehingga banyak sekali pengungsi itu," kata Kapendam XVII/Cenderawasih, Letnan Kolonel CPL Eko Daryanto melalui sambungan telepon, Sabtu (28/9).

Baca Juga

Menurutnya, apa yang terjadi di Wamena disebabkan oleh beredarnya kabar tidak benar. Masyarakat yang ada di sana, kata Eko, menghindari adanya konflik horizontal dengan menghindar atau mengungsi ke tempat yang lebih aman.

"Jadi lebih baik dia menghindar mengungsi ke tempat yang lebih aman seperti Kodim, Polres, ada yang di gereja juga," jelasnya.

Menurutnya, para pemangku kepentingan, termasuk TNI, telah menyuarakan jaminan hak untuk hidup bagi siapa pun yang tinggal di Papua. Hal itu juga telah dijamin oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Tentu (TNI) jamin. Dalam kondisi ini kita bantu polisi, Pemda untuk menjamin keamanan, menciptakan stabilitas dan kedamaia pascakerusuhan itu," jelasnya.

Di samping itu, Koordinator Kontras Papua, Sam Awom, menyayangkan konflik antarmasyarakat yang terjadi di Wamena, Papua. Ia melihat, ada indikasi konflik serupa terjadi di daerah lain. Karena itu, pemerintah harus bisa mengatasinya dengan cepat.

"Kami lihat di Wamena ini sekarang muncul (konflik horizontal). Tapi kami lihat indikasi di beberapa wilayah. Kami harap itu dihentikan. Tidak boleh. Kami tak mau seperti di Ambon, seperti di Timor Leste," ujar Sam usai konferensi pers di Jakarta Pusat, Jumat (27/9).

Ia pun menyayangkan terjadinya konflik horizontal yang terjadi di Tanah Papua. Sebenarnya, kata dia, selama ini tidak ada lagi sebutan orang Papua dan non Papua. Semua orang yang ada di sana, siapa pun itu, sudah dianggap sebagai keluarga sendiri.

"Kami sudah tidak lagi bilang mereka non Papua dan kami Papua. Itu sudah tidak sebenarnya. Tapi kenapa itu terjadi," katanya.

Sam mengatakan, ada perspektif yang timbul di masyarakat karena banyaknya tentara yang masuk ke wilayah Papua. Masyarakat menganggap, aparat yang datang itu berasal dari luar Papua.

"Lalu orang melihat itu. Itu masalahnya. Seharusnya rekonsiliasi kan harus dibuat terus. Jangan ciptakan ruang-ruang untuk konflik itu. Kalau ada persoalan dengar suara gereja, pemuka agama, tokoh-tokoh muslim Papua," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement