Sabtu 28 Sep 2019 06:44 WIB

Alasan Polisi Tetapkan Dandhy Dwi Laksono Tersangka

Cicitan Dandhy di Twitter dianggap polisi belum terbukti kebenarannya.

Rep: Dian Erika N/ Red: Indira Rezkisari
Wartawan melakukan wawancara dengan Jurnalis dan Aktivis HAM Dandhy Dwi Laksono (kanan) pasca penetapan tersangka saat ditemui di kediamannya, di kawasan Jatiwaringin, Bekasi, Jawa Barat, Jumat (27/9/2019).
Foto: Antara/Risky Andrianto
Wartawan melakukan wawancara dengan Jurnalis dan Aktivis HAM Dandhy Dwi Laksono (kanan) pasca penetapan tersangka saat ditemui di kediamannya, di kawasan Jatiwaringin, Bekasi, Jawa Barat, Jumat (27/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Polisi Argo Yuwono, mengungkapkan alasan penetapan Dandhy Dwi Laksono sebagai tersangka dugaan ujaran kebencian. Polisi menuturkan cicitan Dandhy di akun Twitter-nya soal jumlah korban luka tembak kerusuhan di Papua belum terbukti kebenarannya.

"Berawal dari postingan di media sosial milik DDL, postingan dalam tulisan itu menggambarkan kegiatan di Papua yang belum bisa dicek kebenarannya," kata Argo di Jakarta, Jumat (27/9).

Baca Juga

Karena belum terbukti kebenarannya, unggahan tersebut dianggap berpotensi menimbulkan provokasi. Serta bisa dimanfaatkan untuk mengadu domba masyarakat.

"Postingan itu mengandung ujaran kebencian dan isu SARA. Makanya tadi malam, kita lakukan penangkapan," jelasnya.

Atas perbuatannya itu, Dandhy dijerat Pasal 28 Ayat (2) juncto Pasal 45A Ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tentang penyebaran ujaran kebencian terhadap individu atau suatu kelompok berdasarkan SARA.

Sebagaimana diketahui, Dandhy Dwi Laksono dijemput ke Polda Metro Jaya pada Kamis (26/9) malam.  Penangkapan ini karena polisi mengindikasikan ada cuitan di akun twitter sutradara film dokumenter Sexy Killers itu yang bernada ujaran kebencian berbasis SARA terkait peristiwa di Papua.

Kuasa Hukum Dhandy, Algiffari Aqsa mengatakan, cicitan yang dipersoalkan oleh polisi yakni yang diunggah kliennya pada 23 September 2019 terkait peristiwa kerusuhan di Papua. Dhandy dikenakan pasal ujaran kebencian terhadap individu atau suatu kelompok berdasarkan SARA sesuai pasal 45 A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-undang ITE.

"Yang dilakukan oleh Bung Dandhy adalah bagian dari kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat, menyampaikan apa yang terjadi d Papua. Dan pasal yang dikenakan tidak berdasar menurut kami, karena SARA-nya di mana," ujar Algiffari di Jakarta, Jumat.

Dhandy sendiri terlihat sudah keluar ruang penyidik sekitar pukul 04.00 WIB, Jumat. Meski tidak ditahan, polisi tetap manaikkan status hukumnya sebagai tersangka. Selama pemeriksaan dia dicecar 14 pertanyaan dan 45 pertanyaan turunan oleh penyidik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement