Sabtu 21 Sep 2019 19:50 WIB

Gizi Buruk pada Anak Juga Bisa Terjadi Karena Ibu Minim Ilmu

Masih ada ibu yang kalau anaknya tidak mau makan dibiarkan.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Friska Yolanda
Ilustrasi pengidap gizi buruk
Foto: Antara/Novrian Arbi
Ilustrasi pengidap gizi buruk

REPUBLIKA.CO.ID, SERANG -- Sartiah (33 tahun) warga Kampung Sinaba, Kecamatan Kasemen, Kota Serang bingung saat anaknya Fakhri pada umur dua tahun belum juga bisa berjalan. Tubuhnya kurus beratnya tidak lebih dari 5 kilogram. Setiap anaknya melakukan aktivitas dengan intensitas tinggi, suhu tubuhnya selalu naik. 

Sartiah baru tahu kalau anaknya menderita gizi buruk setelah dilakukan pemeriksaan dokter. Kondisi Fakhri, kata ibu dua anak ini, diperparah dengan penyakit radang paru-paru yang diderita anak keduanya ini. 

Baca Juga

Namun kondisi Fakhri saat ini sudah berangsur membaik. Pemeriksaan kesehatan di Posyandu atau Puskesmas dirinya lakukan setelah diakui sebelumnya tidak dilakukan rutin jika belum ada vonis radang paru-paru bagi putra bungsunya ini.

Kondisi anak dengan gizi buruk seperti yang dialami Fakhri disebut oleh Direktur Program Peningkatan dan Penguatan Gizi Anak, Islamic Relief Indonesia di Banten, Rifki Muhammad banyak terjadi bukan hanya karena kondisi ekonomi yang lemah tapi juga karena masalah pola asuh anak. Wawasan orang tua yang minim juga berpengaruh pada perkembangan anak.

"Yang menarik bahwa tidak semua anak yang kita tangani terkait masalah gizi buruk adalah karena kondisi ekonomi keluarga yang lemah. Tapi juga banyak karena wawasan tentang pemberian gizi bagi anak yang tidak dimiliki para ibu yang turut mempengaruhi," katanya, akhir pekan lalu.

Banyak ibu yang belum paham pemberian asupan gizi standar bagi anak, sehingga memberikan asupan makanan yang tidak sesuai kebutuhan nutrisi anak. Untuk itu, melalui program lembaga donasi kemanusiaan yang berpusat di Inggris ini, Rifki menuturkan telah melakukan upaya pencegahan dan perubahan perilaku bagi 636 orang tua atau pengasuh yang terdampak gizi buruk dengan kegiatan pos gizi positif deviance. Ada pula pelatihan cara memberi makan anak dengan baik atau terapheutic feeding treatment hingga pemberian susu yang disertai pemberian makanan bergizi.

"Kadang ada ibu yang kalau anaknya tidak mau makan dibiarkan saja, karena tidak tahu cara membujuk anak supaya makan. Caranya salah satunya dengan memberikan anak suapan pertama yang di dalamnya terkandung banyak kebutuhan gizi. Nah pelatihan seperti itu yang kita berikan," terangnya.

Akses kesehatan juga menjadi kendala bagi masyarakat yang menjadi salah satu faktor penyebab timbulnya gizi buruk bagi anak. Beberapa anak yang terdampak gizi buruk disebutnya disertai dengan penyakit tambahan seperti tuberkulosis, hidrosefalus hungga sakit jantung. 

"Beberapa kasus juga anak gizi buruk juga disertai masalah kesehatan. Nah karena sakit ini akhirnya anak tidak mau makan, akhirnya tidak tercukupi kebutuhan gizinya," kata dia.

Camat Kasemen, Subagyo, menyebut kendala lain dalam penaganan kasus gizi buruk di Kasemen adalah warga yang masih mengandalkan sungai untuk kebutuhan air sehari-hari. Tak hanya untuk bersih-bersih, air juga dipakai untuk minum.

Ia mengatakan, air sungai dibawa ke rumah lalu cuma diendapkan beberapa hari lalu dipakai. Padahal, air sungai itu juga dipakai warga lain untuk mencuci dan buang air. 

"Kalau orang dewasa mungkin bisa tahan, tapi kalau anak-anak yang daya tahan tubuhnya lemah kan tidak terbiasa," jelas Camat.

Untuk suplai air bersih bagi warganya, Camat mengaku telah ada beberapa program pemerintah dengan pembangunan menara air. Namun, karena sumber air dalam tanahnya asin, tetap tidak dipakai oleh warga.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement