Rabu 18 Sep 2019 20:24 WIB

Operasi Modifikasi Cuaca Bergerak ke Karhutla di Kalimantan

Operasi Teknologi Modifikasi Cuaca di antaranya di wilayah Kalbar dan Kalteng.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Yudha Manggala P Putra
Hujan Buatan
Foto: BPPT
Hujan Buatan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) mulai bergerak ke wilayah Kalimantan. Posko untuk wilayah Kalimantan Barat (Kalbar) dipusatkan di Pangkalan Udara Supadio, Pontianak. Sedangkan posko wilayah Kalimantan Tengah (Kalteng) dipusatkan di Bandar Udara Tjilik Riwut, Palangkaraya.

Kegiatan TMC di Kalimantan didukung TNI AU yang menerjunkan pesawat Cassa 212-200 di wilayah Kalbar dan pesawat CN 295 untuk operasi TMC di wilayah Kalteng. Bahan semai yang dipasok BBTMC-BPPT mencapai 33 ton untuk operasi TMC di Kalimantan, 13 ton digunakan untuk di Kalteng dan 20 ton untuk di Kalbar.

Tim yang ditugaskan di Kalbar terdiri dari delapan orang dari Balai Besar TMC (BBTMC) yang tersebar di posko sebanyak enam orang), dan pos pemantauan meteorologi (posmet) sebanyak dua orang. Lalu, kru pesawat dari Skuadron IV Malang, Jatim, diturunkan sebanyak 12 orang, serta satu orang dari BMKG.

Untuk di Kalteng, tim BBTMC-BPPT terdiri dari lima orang. Kerja mereka didukung 13 orang dari TNI AU yang berperan sebagai kru pesawat. Operasi TMC di Kalteng dimulai sejak Selasa lalu. Sedangkan di Kalbar baru akan dimulai sekitar tanggal 20 September.

"Kendati di Kalteng Selasa kemarin telah turun hujan rintik-rintik, namun belum signifikan," ujar Kepala BPPT, Hammam Riza, melalui keterangan pers yang Republika.co.id terima, Rabu (18/9).

Hammam mengatakan, dalam operasi TMC, BPPT menerapkan penyemaian kapur tohor untuk membongkar lapisan yang menutupi radiasi matahari akibat pekatnya kabut asap. Langkah baru ini untuk mengoptimalkan awan-awan potensial.

Koordinator Lapangan BBTMC-BPPT di Kalteng, Fikri Nur Muhammad, mengatakan, titik lokasi penyemaian dilakukan di wilayah timur Banjarmasin, Pulang Pisau, dan wilayah Sampit. Di sana ditemukan awan-awan potensial.

"Diharapkan turun membahasi lahan-lahan. Kendala yang dihadapi adanya lapisan tebal asap yang mencapai 8.500 kaki yang mengakibatkan sulitnya terjadi pembentukan awan," katanya.

Sementara itu, Koordinator Lapangan BBTMC-BPPT di Kalbar, Satyo Nuryanto, mengatakan, timnya baru menyelesaikan persiapan teknis pada pesawat dan siap beroperasi TMC pada 19 September. Peluang pertumbuhan awan, kata dia, diperkirakan membaik pada tanggal 20 September.

Kepala Bidang Pelayanan Teknologi BBTMC-BPPT, Sutrisno, menjelaskan, target operasi modifikasi cuaca akan dipantau melalui radar, satelit, serta peralatan lainnya. Ia menjelaskan, secara alami, keberadaan awan bisa berubah-ubah.

"Berdasarkan hasil pantauan itu setiap hari kita akan tentukan target penyemaian ada dimana, tentunya wilayah yang ada awannya," jelas dia.

Jika terdapat awan cukup banyak, lanjut Sutrisno, maka akan ditentukan skala prioritas dalam penanggulangan karhutla. Prioritas pertama, yaitu wilayah terdapat awan dan juga terpantau hotspot. Prioritas kedua, yakni wilayah yang ada awan dengan curah hujan yang terjadi dalam beberapa hari terakhir relatif lebih kecil dibanding wilayah lainnya. Prioritas ketiga, yaitu wilayah yang secara historis sering muncul hotspot.

Pada prinsipnya, kata dia, hujan akan bermanfaat di mana pun hujan itu jatuh. Jika air hujan terkena hotspot, maka akan padam. Kalau mengenai lahan atau tanah, maka akan akan membuat tanah itu menjadi lembap.

"Sehingga akan meredam munculnya hotspot baru. Kita ketahui bahwa lahan yang lembab akan lebih susah terbakar daripada lahan kering," kata Sutrisno.

Di samping itu, fasilitas pesawat sangat memegang kunci penting operasi TMC. Kepala BBTMC-BPPT, Tri Handoko Seto, mengatakan, pihaknya saat ini hanya memiliki dua armada pesawat. Keduanya pun dalam kondisi perbaikan.

"Jadi, kami hanya mengandalkan pesawat milik TNI untuk melaksanakan TMC saat ini," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement