REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat sekaligus pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan Presiden Joko Widodo bisa menolak untuk membahas revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bivitri mengatakan, pembahasan revisi UU tentang KPK batal, jika Jokowi melakukan penolakan.
"Jadi presiden bisa menolak untuk membahas (revisi UU KPK) dengan cara tidak mengirimkan surat presiden atau mengirim surat presiden yang menyatakan tidak mau membahas itu," ujar Bivitri, Sabtu (8/9).
Bivitri menyatakan pernyataan tersebut merujuk pada Undang-undang Dasar 1945 pasal 20 ayat 1 yang menyebut bahwa kekuasaan untuk membentuk UU ada di DPR. Kemudian di pasal 20 ayat 2 disebutkan bahwa setiap rancangan UU (RUU) dibahas oleh DPR bersama Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama.
Menurutnya, bila Jokowi mengambil langkah tersebut, secara otomatis DPR tidak bisa melanjutkan pembahasan revisi UU lembaga anti rasuah itu. "Ketika presiden bilang saya tidak mau membahas, berarti tidak ada pembahasan," ucap Bivitri.
Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera itu mengatakan Jokowi sebaiknya juga segera menyampaikan pernyataan terbuka terkait sikapnya tentang adanya pembahasan revisi UU KPK yang diusulkan DPR. "Penting bagi presiden untuk mengatakan bahwa dia mendukung KPK yang sekarang ini yang kuat dan tidak mau melemahkan KPK," ucap Bivitri.