Kamis 22 Aug 2019 08:53 WIB

BPJS Kesehatan Diminta Aktif Tagih Tunggakan Iuran

Manipulasi kelas rumah sakit disebut salah satu penyebab defisit BPJS Kesehatan.

Defisit BPJS Kesehatan dari tahun ke tahun
Defisit BPJS Kesehatan dari tahun ke tahun

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta BPJS Kesehatan menagih tunggakan ke berbagai pihak. Tunggakan tersebut disebutnya menjadi faktor penyebab terjadinya defisit di BPJS Kesehatan.

Sri Mulyani mengatakan, berdasarkan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), salah satu penyebab defisit keuangan BPJS Kesehatan adalah tingkat keaktifan peserta BPJS informal yang rendah, yakni 54 persen. Kemenkeu meminta kepada BPJS agar angka tersebut ditingkatkan menjadi minimal 60 persen.

“Selain itu, mereka hanya membayarnya saat sakit. Setelah sembuh, iurannya dibiarkan,” kata dia saat rapat bersama Komisi XI DPR di Jakarta, Rabu (21/8).

Penyebab selanjutnya, lanjut dia, adalah struktur iuran BPJS yang dinilai terlalu kecil. Padahal, Sri Mulyani menilai, manfaat yang ditawarkan dan bisa didapatkan peserta terbilang banyak. Kondisi yang tidak seimbang ini membuat risiko biaya yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan menjadi lebih tinggi.

Di sisi lain, beban pembiayaan katastropik dinilai terlampau besar. Saat ini, setidaknya pembiayaan ini dapat memakan lebih dari 20 persen total biaya manfaat. Penyebab berikutnya yang juga disebutkan adalah manipulasi kelas rumah sakit (RS) yang masuk dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Dari hasil audit BPKP, kata dia, terlihat bahwa masih ada rumah sakit yang meningkatkan kelas demi mendapatkan dana lebih besar. “Ini yang coba dirapikan lagi oleh Kemenkes, dengan melakukan review RS,” ujar Sri Mulyani.

Di sisi lain, dia menyebut, banyak badan usaha yang curang dalam melaporkan data kepada BPJS Kesehatan. “Misalnya jumlah karyawan yang dikurangi supaya iurannya sedikit, kemudian ada yang melaporkan gaji dikurang-kurangi,” kata dia.

Permasalahan lain yang tidak kalah penting, menurut dia, adalah integrasi data. Temuan BPKP memperlihatkan masih banyak data yang belum terintegrasi dengan fasilitas jaminan kesehatan nasional terdahulu, seperti Jamkesda ataupun fasilitas lain.

Sri Mulyani meminta, pihak BPJS Kesehatan seharusnya dapat membenahi berbagai permasalahan tersebut. Termasuk dengan menagih kepada pihak yang berutang, bukan dengan meminta langsung kepada Kemenkeu untuk menutupi defisit. “Paling gampang memang datang ke kita (saat) defisit daripada menagih. Seolah Kemenkeu yang belum membayar,” ujar dia.

Kemenkeu memutuskan menambah anggaran progam jaminan kesehatan nasional (JKN) untuk penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan pada tahun 2020. Anggaran JKN untuk PBI naik Rp 22,1 triliun dari Rp 26,7 triliun pada tahun 2019 menjadi Rp 48,8 triliun di tahun depan. Sri Mulyani menyebut, suntikan dana yang diberikan pemerintah untuk menutupi defisit BPJS Kesehatan sudah cukup.

Namun, kata dia, Kemenkeu kini justru menjadi pihak yang sering dianggap sebagai persoalan. Padahal, menurut dia, seharusnya Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) yang sudah diberikan wewenang dalam undang-undang mengatur permasalahan yang ada saat ini.

Dia menyayangkan tindakan BPJS Kesehatan yang justru memilih datang ke Kemenkeu untuk meminta bantuan mengatasi defisit dibandingkan menagih tunggakan ke pihak berwenang. Dampaknya, timbul persepsi bahwa seolah Kemenkeu belum membayar. “Kita sudah beri bantuan, tapi dianggap kami yang jadi persoalan,” ujar dia.

Dia meminta agar pihak BPJS Kesehatan dan pemangku kepentingan lain membuat peraturan baru yang mampu mendorong menciptakan keseimbangan. Mencapai keseimbangan antara iuran dan manfaat bukan perkara mudah.

Sri Mulyani juga mengungkapkan, kekesalan terhadap persoalan defisit keuangan BPJS Kesehatan yang tidak selesai waktu ke waktu. Raut wajah yang kesal dan intonasi bicara meninggi ketika terus diberikan pertanyaan dari para anggota Komisi XI DPR.

Dia menyebut, persoalan defisit ini bukan tanggung jawab utamanya sebagai menteri keuangan. “Kami ini kan menteri keuangan, bukan menteri keuangan kesehatan atau menteri kesehatan keuangan,” ujar dia.

photo
BPJS Kesehatan.

Sekretaris Jenderal Kemenkes Oscar Primadi menyebut, semua instansi bersinergi dan berupaya menyelesaikan masalah BPJS Kesehatan sesuai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing. Meski memiliki tupoksi yang berbeda-beda, Oscar mengklaim, masing-masing pemangku kepentingan sudah bersinergi.

“Intinya kami berupaya menyelesaikan masalah BPJS Kesehatan. Kami semua, termasuk Kemenkeu memikirkan memecahkan masalah ini dengan cepat,” kata Oscar. n adinda pryanka/rr Laeny Sulistyawati, ed: mas alamil huda

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement