REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Bidang Politik dan Hukum DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Al Muzzammil Yusuf menyatakan, PKS mendukung pengembalian kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) lewat amandemen terbatas UUD 1945. Namun, PKS menentang kewenangan pilpres dikembalikan pada MPR.
"Isu menghadirkan GBHN tidak harus berhubungan dengan pilpres dipilih oleh MPR. Itu isu yang berbeda dan bisa kita pisahkan," kata Muzzamil, kepada Republika, Kamis (15/8).
Adapun terkait pengembalian GBHN, PKS menilai kehadiran Undang-Undang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (UU RPJM) sebagai arah pembangunan tidak cukup kuat. "Arah pembangunan kita dalam UU RPJMP tidak menjadi perhatian dan kepedulian seluruh elite pusat, daerah dan masyarakat secara luas. UU RPJMP tidak cukup kuat memberi arah nasional karena posisinya sebagai UU sama dengan ratusan UU yang lain," kata Muzzammil.
Muzzammil menekankan sikap PKS ini sudah didasari berbagai pertimbangan. Termasuk menerima masukan dari para ahli.
"Wacana GBHN sudah lama dibahas di MPR bersama para pakar kampus dengan sikap prokontranya," ujar Anggota Komisi DPR RI Komisi III itu.
Sebelumnya, Ketua Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif), Veri Junaidi, mengatakan, publik sebaiknya waspada dengan isu-isu lain yang mengiringi wacana menghidupkan kembali GBHN. Pihaknya menilai, ada isu terselubung parpol yang mengiringi wacana ini.
Veri menjelaskan, jika diamati, mengemukanya isu GBHN terjadi secara berproses. Pertama, wacana menghidupkan kembali GBHN kemudian dilanjutkan dengan amandemen UUD 1945.
"Selanjutnya, soal MPR sebagai lembaga tertinggi dan ada isu lagi soal pemilihan presiden secara langsung. Kalau kita baca rentetan isunya, ini bukan hanya soal GBHN saja. GBHN bukan isu sentral yang ingin didorong, " ujar Veri dalam diskusi di Gondangdia, Jakarta Pusat, Rabu (14/8).