Senin 12 Aug 2019 22:11 WIB

Tim Advokasi Novel Baswedan Nilai Polri tidak Fair

Skandal buku merah tak jadi rujukan Tim Teknis Polri dalam mengungkap kasus Novel.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Andri Saubani
Novel Baswedan
Novel Baswedan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tim advokasi Novel Baswedan menilai Tim Teknis Polri tak objektif dalam menentukan koridor penyidikan baru perburuan pelaku penyerangan terhadap investigator di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mantan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Alghifari Aqsa mengatakan, seharusnya Polri tetap menjadikan kasus ‘buku merah’ sebagai salah satu rel pengungkapan serangan terhadap Novel Baswedan.

“Menyampingkan kasus buku merah dalam penyidikan Novel Baswedan, adalah kejanggalan. Polri tidak fair (objektif),” kata Aqsa saat dihubungi, Jumat (12/8).

Baca Juga

Aqsa menerangkan, membuang kasus buku merah dalam pengungkapan kejahatan terhadap Novel, mengundang tanya serupa atas enam kasus yang direkomendasikan oleh Tim Pencari Fakta (TPF) kepada Tim Teknis Polri dalam penyidikan lanjutan menangkap penyiram air keras terhadap penyidik senior di KPK itu.

Menurut Aqsa, TPF mengatakan enam kasus yang direkomendasikan, adalah motif kemungkinan penyerangan terhadap Novel. Tetapi, kata dia, mengapa hanya terbatas pada enam kasus tersebut.

Pun menurut Aqsa, enam kasus rekomendasi TPF tersebut, terbilang usang. Sementara kasus buku merah, terang memiliki dugaan keterlibatan institusi kepolisian.

“Bukan berarti kasus buku merah itu dianggap sebagai motif tunggal penyerangan terhadap Novel. Tetapi, kenapa kasus itu (buku merah), tidak  dijadikan juga sebagai salah satu motif,” sambung Aqsa.

Menurut Aqsa, penolakan Tim Teknis Polri menyibak kasus buku merah dalam pengungkapan penyerangan terhadap Novel, menunjukkan adanya kejanggalan di institusi kepolisian. Baik keanehan terhadap kasus buku merah itu sendiri.

Ataupun kejanggalan lainnya jika dikaitkan dengan aksi keji penyiraman asam sulfat ke wajah Novel pada 11 April 2017 lalu. Aqsa meminta, jika penyidikan di Tim Teknis netral dan objektif, segala kemungkinan kasus yang menjadi dugaan motif penyerangan, semestinya ikut diinvestigasi untuk menemukan pelaku dan dalang kejahatan terhadap Novel.

Akhir pekan lalu, Kabag Penum Mabes Polri Komisaris Besar Polisi Asep Adi Saputra menegaskan, Tim Teknis tak akan menjadikan kasus buku merah dalam penyidikan lanjutan penyerangan terhadap Novel. Asep mengatakan, Tim Teknis hanya menjadikan enam kasus rekomendasi TPF sebagai acuan dalam pengungkapan pelaku penyerangan terhadap Novel. Penolakan Tim Teknis tersebut, kata Asep karena kasus buku merah, tak ada kaitannya dengan Novel.

“Persoalan itu (kasus buku merah) kan sudah final. (Dalam kasus buku merah) tidak ada hal yang menyangkut tentang saudara Novel,” ujar Asep, di Gedung Humas Polri, Jakarta Selatan (Jaksel), pada Jumat (9/8).

Asep menerangkan, Tim Teknis Polri hanya bekerja sesuai dengan rekomendasi dari TPF yang sebelumnya bekerja mengungkap fakta peristiwa penyerangan terhadap Novel yang mangkrak dua tahun lebih. Kasus buku merah, merupakan istilah dari skandal dugaan penghilangan dan pengrusakan petunjuk serta alat bukti penyidikan kasus korupsi dan suap yang ditangani KPK pada 2018.

Kasus buku merah, pertama kali terungkap lewat investigasi sejumlah media nasional yang tergabung dalam Indonesialeaks, tahun lalu. Dilaporkan, penghilangan dan pengrusakan petunjuk dan alat bukti tersebut, dilakukan oleh sejumlah penyidik KPK yang berasal dari korps kepolisian.

Buku merah, dikatakan adalah buku bank, atau catatan aliran dana suap yang dilakukan oleh pengusaha daging Hariman Basuki yang ditangkap KPK dan dipenjarakan pada 2017 lalu. Diduga catatan tersebut, menyebutkan tentang aliran dana suap Hariman kepada sejumlah pejabat tinggi negara, pun perwira-perwira tinggi di institusi kepolisian.

Namun, skandal buku merah tersebut, tak pernah terungkap ke meja hukum sampai hari ini. Meskipun Polda Metro Jaya pernah melakukan penyidikan.

Terkait kasus penyiraman air keras, TPF pun tak menjadikan skandal buku merah dalam kemungkinan motif penyerangan terhadap Novel. Dalam 2.700 halaman hasil kerja enam bulan TPF bentukan Kapolri Jenderal Tito Karnavian, hanya menyebutkan enam kasus yang menjadi motif kemungkinan serangan terhadap Novel.

Enam kasua itu terdiri dari lima kasus korupsi yang Novel selidiki selama di KPK, dan satu kasus pidana umum yang dilakukan Novel saat berdinas di kepolisian Bengkulu. Lima kasus korupsi itu, yakni megaskandal KTP-Elektronik, kasus suap dan gratifikasi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Aqil Muchtar, dan Sekjen Mahkamah Agung (MA) Nurhadi. Serta kasus korupsi Wisma Atlet, dan perkara penangkapan tersangka korupsi Bupati Buol, Amran Batalipu. Satu kasus pidana umum, berupa tewasnya pencuri sarang burung walet yang pernah Novel tangani saat berdinas di Bengkulu 2004 lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement