REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menegaskan, kelas rumah sakit (RS) berfungsi untuk menggambarkan kompetensi yang kriterianya yaitu Sumber Daya Manusia (SDM), sarana, prasarana, dan alat kesehatan. Hal itu sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit untuk rumah sakit umum.
Karena itu, ulasan atas kelas RS-RS termasuk fasilitas kesehatan (faskes) mitra Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dilakukan untuk menggambarkan kompetensi faskes tersebut. Direktur Jendral Pelayanan Kesehatan Kemenkes Bambang Wibowo mengatakan, pembagian kelas RS digunakan untuk menggambarkan kompetensi sebuah faskes.
"Jadi yang membedakan kelas RS-RS adalah kompetensinya yang didasarkan pada SDM, sarana prasarana, dan alat kesehatan," ujarnya, Kamis (25/7).
Bambang menyebut masa berlaku kelas RS setiap lima tahun. Pembagiannya sesuai dengan regulasi bahwa Kemenkes menentukan RS kelas A, pemerintah provinsi menetapkan RS kelas B, kemudian penetapan RS kelas C dan D dilakukan pemerintah kabupaten/kota. Kendati demikian, pihaknya tidak menampik ternyata dinamika yang terjadi di lapangan cukup cepat karena adanya perubahan SDM, sarana prasarana, dan alat di faskes.
"Sehingga review kelas RS dibutuhkan dengan dasar SDM, sarana prasarana, alat berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor HK.01.07/MENKES/373/2019 tentang Pedoman Reviu Kelas Rumah Sakit," ujarnya.
Kemudian, ia menyebut kriteria sarana, prasarana, dan peralatan mengacu pada update data yang telah diinput rumah sakit dalam Aplikasi Sarana dan Prasarana Alat Kesehatan (ASPAK). Ia menyebut sebanyak 2.155 RS telah di-review dan sebanyak 615 di antaranya menerima rekomendasi penyesuaian kelas.
"Rekomendasi penyesuaian kelas 615 RS itu didasari oleh hasil review kelas kepada RS yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan," ujarnya.
Ia mengakui, masalah ini tidak sederhana dan menggunakan data yang tidak sedikit. Karena itu, pihaknya mempersilakan jika ada rumah sakit yang direkomendasikan turun kelas dan mengajukan protes.
Bambang menyebut RS diberikan waktu selama 28 hari sampai 12 Agustus 2019. Kemudian, ia menyebut tim Kemenkes akan kembali melakukan peninjauan ulang kelas RS yang mengajukan protes, baik melalui pembenahan data ASPAK maupun kunjungan lapangan dan mengumumkan hasil akhir paling lambat dalam dua pekan.
"Nantinya Kemenkes juga akan mengirimkan kelas RS ke BPJS Kesehatan. Karena penetapan kelas RS ini sebagai sebagai dasar kontrak untuk pembayaran tarif Indonesian Case Based Groups (INACBGs) RS," ujarnya.
Ia menambahkan, nantinya RS yang benar-benar turun kelas bisa mengajukan untuk naik kelas kalau sudah memenuhi persyaratan perubahan SDM, sarana prasana, dan alat. Namun, ia menyebut kenaikan status bisa dilakukan paling cepat dalam enam bulan.