Rabu 17 Jul 2019 20:27 WIB

Dua Mantan PPLN Malaysia Dilarang Jadi Penyelenggara Pemilu

Dua Mantan PPLN Malaysia tak lagi memenuhi syarat untuk menjadi penyelenggara pemilu

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Esthi Maharani
Sejumlah Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) bertugas di Tempat Pemungutan Suara (TPS) KBRI Kuala Lumpur di Malaysia, Minggu (14/4/2019).
Foto: Antara/Rafiuddin Abdul Rahman
Sejumlah Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) bertugas di Tempat Pemungutan Suara (TPS) KBRI Kuala Lumpur di Malaysia, Minggu (14/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi kepada dua mantan anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur, Malaysia, Djadjuk Natsir dan Krishna K.U. Hannan. Keduanya tidak lagi memenuhi syarat untuk menjadi penyelenggara pemilu di masa yang akan datang.

Djadjuk dan Krishna merupakan dua teradu dalam perkara dugaan pelanggaran administrasi pemungutan suara luar negeri di Malaysia. Dalam perkara ini,  tujuh komisioner KPU RI bertindak sebagai pengadu.

“Menimbang bahwa dalam sidang pemeriksaan pada tanggal 11 Juni 2019, para teradu masih berkedudukan sebagai anggota PPLN Kuala Lumpur dengan masa jabatan berakhir pada 30 Juni 2019. Para Teradu terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat dan seharusnya dijatuhi sanksi pemberhentian tetap, namun saat rapat pleno pengambilan keputusan 9 Juli 2019, para geradu tidak lagi menjabat sebagai penyelenggara pemilu dan oleh sebab itu para teradu tidak lagi memenuhi syarat untuk diangkat menjadi penyelenggara pemilu di masa datang, " ujar Ketua DKPP, Harjono, saat membacakan putusan di Gedung DKPP, Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (17/7).

Harjono melanjutkan, pengadu mendalilkan teradu I, Djadjuk Natsir, bertanggung jawab atas peristiwa pelanggaran pemilu berupa pencoblosan surat suara oleh pihak-pihak yang tidak diperkenankan menurut peraturan perundang-undangan di wilayah kerja PPLN Kuala Lumpur. Sesuai pembagian tugas diantara anggota PPLN Kuala Lumpur, teradu I mengemban amanat koordinasi teknis penyelenggaraan pemilu di wilayah Malaysia khususnya yang dilakukan melalui metode pos.

Berdasarkan kesimpulan tersebut KPU telah menetapkan pemberhentian sementara kepada Djadjuk Natsir melalui Keputusan KPU Nomor 898/PP.05-Kpt/01/KPU/IV/2019 tertanggal 16 April 2019.

"Sementara itu, teradu II, Krishna K.U. Hannan, terlibat dalam konflik kepentingan antara tugasnya sebagai anggota PPLN Kuala Lumpur dengan jabatan fungsional pada Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur," tambah Harjono.

Dalam pertimbangan yang dibacakan oleh anggota DKPP, Teguh Prasetyo, mereka berpendapat bahwa pembagian tugas dalam suatu institusi yang bersifat kolektif-kolegial dimaksudkan untuk memudahkan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan tugas kelembagaan supaya dapat berjalan efektif dan efisien, termasuk di dalamnya melakukan diagnosa manakala timbul permasalahan yang menuntut penyikapan dan penanganan secara segera. Menerapkan asas-asas manajemen tersebut, masing-masing teradu selaku anggota PPLN mengakui adanya pembagian tugas dimaksud yakni teradu I Djadjuk Natsir, bertanggungjawab atas teknis penyelenggaraan pemilu khususnya pemungutan suara melalui metode pos.

Kemudian,  teradu II Krishna K.U. Hannan bertanggung jawab mendukung kelancaran hubungan kelembagaan dan komunikasi, khususnya antara PPLN Kuala Lumpur dengan satuan-satuan kerja terkait di Kementerian Luar Negeri (Pokja PLN) dan membantu Ketua PPLN dalam persiapan pelaksanaan pemungutan suara melalui metode TPS. Dalam perkara surat suara pemilu telah tercoblos oleh bukan pemilih yang sah dan surat suara Pemilu yang belum tercoblos oleh pemilih yang sah di lokasi Taman University SG Tangkas 43000 Kajang dan di Bandar Baru Bangi, Selangor, Malaysia, teradu I mengakui adanya faktor keterbatasan pengalaman kepemiluan dan variabel ketidakseragaman kapasitas jajaran penyelenggara pemilu Indonesia di Malaysia yang turut memberikan kontribusi hingga kekisruhan terjadi.

“Fakta persidangan menunjukkan teradu I selaku penanggung jawab teknis pemungutan suara melalui metode pos tidak mampu menyebutkan secara tepat jumlah surat suara yang terkirim kepada pemilih, jumlah surat suara yang telah dicoblos secara sah oleh pemilih dan dikembalikan kepada penyelenggara, dan jumlah surat suara yang kemudian diketahui dikembalikan kepada pengirimnya (return to sender) karena ketidakjelasan alamat tujuan dan alasan-alasan lainnya," jelas Teguh.

Ketidakmampuan teradu I, lanjut dia, dalam hal ini telah menyulitkan proses klarifikasi, verifikasi, dan konfirmasi atas peristiwa tercoblosnya surat suara sah oleh pemilih yang tidak sah dan belum tercoblosnya surat suara sah oleh pemilih sah yang terjadi di  Taman University SG Tangkas 43000 Kajang dan di Bandar Baru Bangi, Selangor, Malaysia. "Sehingga, DKPP menilai teradu I terbukti melakukan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu yakni ketentuan Pasal 15 huruf e dan huruf f dan Pasal 19 huruf d Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu," ungkap Teguh.

Terhadap Teradu II, kata Teguh, DKPP berpendapat bahwa konteks situasi dan kondisi sosial-politik yang melingkupi penyelenggaraan pemilihan anggota DPR RI di Daerah Pemilihan DKI II seharusnya disikapi secara bijaksana. Teradu II tidak melakukan langkah-langkah yang memadai dalam menangani kisruh peristiwa tercoblosnya surat suara sah oleh pemilih yang tidak sah yang terjadi di Kajang dan Selangor.

Sebagai penanggung jawab divisi hubungan kelembagaan dan komunikasi, Teradu II sudah merasa cukup hanya dengan berkoordinasi dengan pengawas Pemilu, sementara koordinasi dengan Polisi Diraja Malaysia terkait akses masuk ke lokasi kejadian perkara tidak menghasilkan apa-apa. Oleh karena itu, DKPP meyakini posisi Teradu II sebagai anggota PPLN sekaligus pejabat fungsional pada Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur telah menimbulkan konflik kepentingan sebagaimana telah disampaikan Bawaslu RI kepada KPU RI melalui Surat Nomor: 0115/K.Bawaslu/HK.04/IV/2019 tanggal 5 April 2019 dan Nomor 0866/K.Bawaslu/PM.06.00/ IV/2019 tanggal 16 April 2019.

''Teradu II terbukti melanggar ketentuan Pasal 14 huruf c Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu," ujar Teguh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement