Ahad 02 Jun 2019 18:35 WIB

Kontras Terima Tujuh Aduan Terkait Peristiwa 21-22 Mei

Kontras menerima pengaduan di antaranya terkait dugaan penyiksaan terhadap tersangka.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
Koordinator Kontras - Yati Andriyani
Foto: Republika/ Wihdan
Koordinator Kontras - Yati Andriyani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) bersama LBH Jakarta, dan LBH Pers menerima tujuh pengaduan terkait peristiwa 21-22 Mei 2019. Laporan tersebut mengenai proses hukum yang melibatkan para tersangka.

"Pelanggaran-pelanggaran tersebut dapat bermuara pada dihukumnya orang yang tidak bersalah karena tidak mendapatkan hak-haknya sedari awal proses hukum," kata Koordinator Kontras Yati Andriyani dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Ahad (2/5).

Baca Juga

Yai mengatakan ada pola yang sama dalam aduan-aduan tersebut. Ia menyebutkan, laporan tersebut mengenai proses hukum yang serba tertutup berupa tidak diberikannya akses kepada keluarga untuk bertemu dengan anggota keluarganya yang ditangkap, tidak diberikannya tembusan surat perintah penangkapan dan penahanan, adanya penyiksaan, pelanggaran hak atas bantuan hukum, dan pelanggaran hak-hak anak.

Terkait dugaan terjadinya penyiksaan, Yati menerangkan, hal tersebut karena para tersangka tidak diperbolehkan bertemu dengan keluarga atau pihak lainnya. Ia menilai itu mengindikasikan ada hal-hal yang ditutup-tutupi dalam proses hukum.

"Sedangkan terhadap tersangka yang dapat ditemui oleh keluarga (HD, AI, ID dan AF) mengklaim bahwa mereka disiksa karena saat ditemui terdapat memar, lebam, dan luka terbuka yang menganga," jelas Yati.

Menurut Yati, RM yang masih kategori anak juga tidak luput dari penyiksaan. Saat ditemui oleh keluarganya, terlihat jelas RM babak belur, seperti di bagian kepala atas bocor, pelipis bengkak benjol, mata kanan lebam, punggung ada bekas pukulan, bekas luka di tangan kanan.

Yati menduga penyiksaan juga dilakukan terhadap tersangka yang masih kategori anak. Misalnya, ia mencontohkan, RM yang masih kategori anak juga terlihat babak belur ketika ditemui oleh keluarganya.

Ia menambahkan terlihat jelas RM babak belur, seperti di bagian kepala atas bocor, pelipis bengkak benjol, mata kanan lebam, punggung ada bekas pukulan, bekas luka di tangan kanan.

Yati menerangkan, tindakan penganiayaan hingga luka-luka selama dalam penguasaan kepolisian itu merupakan pelanggaran atas Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia. Konvensi ini sebagaimana telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Undang-Undang No. 5 Tahun 1998.

Kontras, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, dan LBH Pers melakukan serangkain pemantauan lapangan dan membuka pos pengaduan terkait kerusuhan 21-22 Mei 2019. Itu dilakukan untuk mendalami serta melakukan verifikasi informasi terkait peristiwa yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa itu.

"Upaya ini dilakukan untuk meminimalisir kabar bohong yang bertebaran di media sosial, dan memastikan penegakan hukum berjalan sesuai prinsip-prinsip fair trial dan hak asasi manusia," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement