REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum PAN Bara Hasibuan mengatakan konflik yang terjadi pada pekan lalu itu tak bisa dipisahkan dengan manuver dan ujaran para elite politik. Bara mengatakan adanya narasi ketidakpercayaan pada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menggugat hasil pemilu yang disampaikan sejumlah politikus menjadi penyebab kerusuhan 22 Mei 2019.
Tanpa menyebut nama, Bara mengatakan, elite politik selama beberapa bulan ini menyebarkan disinformasi dan kebencian terhadap proses demokrasi. Narasi tersebut berupa distrust atau ketidakpercayaan terhadap institusi publik, seperti KPU, Mahkamah Konstitusi dan Bawaslu.
Hal ini, menurut dia, menjadi latar belakang terjadinya konflik. "Mereka harus bertanggungjawab jadi mereka ikut menciptakan lingkungan yang penuh dengan kekerasan, kebencian sehingga puncaknya menjadi minggu lalu itu," kata Bara di Kompleks DPR RI, Jakarta, Senin (27/5).
Selama ini, lanjut Bara, berkembang narasi yang menekankan pada kekerasan dan kebencian serta tuduhan yang tidak mendasar. "Klaim yang tidak disertai bukti yang kuat. Mereka bertanggung jawab apa yang terjadi minggu lalu," kata Bara.
Karena itu, Bara pun menyayangkan, adanya elite yang melayangkan tudingan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) sebelum lembaga penjaga konstitusi iu sempat bekerja. Bara mengatakan mereka membangun persepsi bahwa Pileg dan Pilpres di Indonesia tidak terlegitimasi atau tidak diakui.
"Ini sebagian bedar karena usaha delegitimasi kampanye yg berdasarkan kebencian yang dikembangkan para elite tersebut. Jadi mereka bertanggung jawab," ujar dia.
Di kesempatan yang sama, Bara juga turut mengkritik pernyataan kubu Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga yang terus mempolitisasi proses hukum. Bara menyebut BPN membentuk narasi dan persepsi bahwa MK tidak bisa bekerja independen.