REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sepeda menjadi salah satu pilihan transportasi sehari-hari yang digunakan para pekerja kantoran di wilayah DKI Jakarta untuk berangkat bekerja. Namun, keberadaan tempat parkir sepeda di stasiun yang ada di ibu kota dirasa masih belum cukup dan kurang memadai.
Penggagas komunitas Bike to Work, Toto Sugito, mengatakan saat ini sebenarnya sudah mulai terdapat tempat parkir khusus sepeda di fasilitas umum, seperti mal dan stasiun. Salah satunya berada di Stasiun Tebet, Jakarta Selatan. Hanya saja, menurut dia, kondisi parkiran sepeda yang tersedia saat ini kurang memadai.
“Kalau parkiran sepeda sudah mulai banyak di mal, stasiun lumayan lah sudah ada. Walaupun menurut saya tidak proper gitu,” kata Toto saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (5/5).
Ia menyebut, beberapa lahan parkir sepeda yang ia temui tidak memiliki atap atau kanopi. Padahal, menurut Toto, hal itu diperlukan agar melindungi sepeda dari paparan sinar matahari ataupun guyuran hujan.
Selain itu, ia menuturkan, parkir sepeda yang ada tidak dikenakan tarif tertentu. Namun, pengguna yang memarkirkan sepedanya cukup membayar secara sukarela. “Kalau sepeda nggak ada tarifnya. Kita saja (bayar) sukarela,” ujarnya.
Ia menilai, tidak masalah jika pengguna sepeda dikenakan tarif. Namun, kata Toto, jumlah tarif parkir tersebut juga harus disesuaikan dengan fasilitas yang diberikan.
“Sebenarnya kita (pengguna sepeda) dikenakan tarif nggak apa-apa. Selama benar-benar diberikan fasilitas yang memadai, dijagain, dan sebagainya,” papar Toto.
Menurutnya, tarif yang pas diberikan untuk memarkirkan sepeda adalah Rp 5 ribu per hari. “Kalau dihitung per jam, ya, paling Rp 2 ribu kira-kira,” katanya.
Tidak hanya itu, Toto juga berpendapat, kurang efektifnya jalur khusus sepeda di Jakarta. Ia menuturkan, jalur khusus sepeda yang dibuat hanya sekadar formalitas belaka. “Jalur sepedanya kan nggak ada yang bener di sini. Jalur sepeda di sini hanya dibuat kayak formalitas gitu lho, nggak ada aturannya sebenarnya,” ucap Toto.
Ia menjelaskan, sejak tahun 2005 pihaknya telah berusaha melakukan advokasi dan penawaran (approach) kepada beberapa Gubernur DKI Jakarta yang saat itu menjabat, dan juga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Namun, usaha tersebut hanya berhasil pada tingkat DPR.
“Dari DPR yang berhasil, ya. Kita bisa mendorong keluarnya UU Nomor 22 Tahun 2009 mengenai Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,” jelasnya.