Senin 22 Apr 2019 17:44 WIB

Jimly Usul Pemilu Selanjutnya Tetap Serentak Tetapi Bertahap

Alasan pemilu dibuat serentak seharusnya untuk pembangunan sistem, bukan efisiensi.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ratna Puspita
Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie.
Foto: Darmawan / Republika
Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie mengatakan penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019 layak untuk dievaluasi. Mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu menyarankan agar Pemilu mendatang digelar serentak, tetapi bertingkat.

Jimly menjelaskan, pemilu serentak sebaiknya digelar pada tiga tingkatan. Pertama, pemilihan presiden dan DPR RI. Kedua, pemilihan gubernur dan DPRD provinsi.

Baca Juga

Ketiga, pemilihan bupati/wali kota dan DPRD kabupaten/kota. Menurutnya, cara ini memungkinkan untuk dilakukan.

"Jadi ke depan, serentaknya jangan seperti sekarang. Keserentakannya kita bagi. Pusat, yaitu serentak nasional, lalu provinsi, dan kabupaten/kota. Jadi tiga kali pemilihannya, ini lebih sehat," kata dia di kantor ICMI, Jakarta Selatan, Senin (22/4).

Menurut Jimly, alasan pemilu dibuat serentak harus didasarkan pada upaya pembangunan sistem, bukan efisiensi. Karena itu, menurut dia, pemilu ke depan sebaiknya tidak seperti 2019 kali ini.

Bahkan, ia tidak sepakat terhadap usulan agar pemilihan kepala daerah juga diserentakkan. "Jadi bukan maksimal semua-semuanya begini, tetapi untuk kepentingan system building," kata dia.

"Jadi rakyat memilih partai A untuk DPRD atau DPR tapi untuk presidennya dia ambil dari partai yang berbeda. Dan itu bisa dimungkinkan. Supaya ada check and balances," kata Jimly menuturkan.

Dalam kesempatan itu, Jimly juga menyoroti ambang batas pencalonan presiden 20 persen. Menurutnya, ambang batas tersebut perlu dihapus sehingga ada potensi yang besar munculnya dua kandidat capres.

Jika hanya dua kandidat seperti Pemilu 2019 ini, akan terjadi pembelahan yang signifikan di kalangan masyarakat. "Apalagi sekarang sudah terbukti semua partai merasakan mudaratnya karena yang mendapat getah ekor jas ini hanya tiga atau empat partai. Jadi sebaiknya ditiadakan dan waktu kampanyenya tidak usah terlalu lama," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement