Kamis 04 Apr 2019 12:05 WIB

OTT Bowo: Cap Jempol dan Amplop untuk Serangan Fajar Pileg?

KPK menegaskan tidak ada nomor urut dari barang bukti dari OTT Bowo Sidik Pangarso.

Rep: Dian Fath Risalah, Mabruroh/ Red: Elba Damhuri
Rencana 'serangan fajar' Bowo Sidik.
Rencana 'serangan fajar' Bowo Sidik.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengiyakan adanya cap jempol pada amplop serangan fajar milik anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso. Kendati demikian, menurut Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, KPK masih menyimpulkan, amplop-amplop itu untuk keperluan Pemilu Legislatif (Pileg) 2019 sehubungan pencalegan Bowo di Jawa Tengah.

"Tidak ada nomor urut, yang ada adalah cap jempol di amplop tersebut," kata Febri, Rabu (3/4).

Sebelumnya, pada Kamis (27/3), penyidik KPK menyita 84 kardus berisikan uang dugaan suap sebanyak Rp 8 miliar yang sudah dipecah menjadi Rp 50 ribu dan Rp 20 ribu dalam 400 ribu amplop putih. KPK menduga, uang-uang tersebut akan digunakan Bowo untuk politik uang.

Febri menegaskan, amplop-amplop tersebut tidak terkait dengan kepentingan pilpres. Berdasarkan fakta hukum yang ditemukan KPK sejauh ini, amplop tersebut digunakan untuk serangan fajar terkait pencalonan Bowo Sidik yang maju sebagai calon legislatif (caleg) pejawat dari partai Golkar dapil Jawa Tengah II.

"Jadi kami tegaskan tidak ada keterkaitan dengan kepentingan-kepentingan lain. Berdasarkan fakta-fakta hukum yang kami temukan saat ini, memang ada stempel atau cap-cap tertentu di amplop tersebut, tapi sejauh ini fakta hukum yang ada itu masih terkait dengan kebutuhan pemilu legislatif," ujar Febri.

Febri menekankan, proses hukum yang dilakukan KPK sama sekali tak ada hubungannya dengan isu politik praktis. "KPK mengingatkan dan meminta semua pihak untuk tidak mengaitkan KPK dengan isu politik praktis karena yang dilakukan adalah proses penegakan hukum," ujar dia.

KPK telah menetapkan Bowo Sidik Pangarso tersangka suap kerja sama distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK).

Selain Bowo, dua tersangka lainnya, yakni pihak swasta yang merupakan orang kepercayaan Bowo, Indung sebagai penerima suap dan Marketing Manager PT HTK, Asty Winasti sebagai pemberi suap.

Bowo diduga meminta fee kepada PT HTK atas biaya angkut yang diterima sejumlah dua dolar AS per metric ton. Diduga telah terjadi enam kali penerimaan di sejumlah tempat sebesar Rp 221 juta dan 85.130 dolar AS. Selepas pengungkapan suap itu, KPK menemukan uang sekitar Rp 8 miliar dalam pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu yang telah dimasukkan dalam amplop-amplop dan kardus di kantor perusahaan milik Bowo di Jakarta.

Sejauh ini, KPK telah mulai membongkar kardus-kardus berisi amplop-amplop uang tersebut. Menurut Febri Diansyah, dari 82 kardus dan dua kontainer yang berisikan sekitar 400 ribu amplop, penyidik KPK baru membuka sebanyak tiga kardus.

"Sampai saat ini, kami baru bisa menghitung kardus yang ketiga, artinya masih ada sekitar 79 kardus lagi dan dua kontainer yang harus kami buka semuanya untuk memastikan, apakah semua berisi uang Rp 20 ribu atau sebagian Rp 50 ribu," kata Febri.

KPK, sambung Febri, akan membuka semua amplop serangan fajar tersebut dalam waktu secepatnya. Ia juga menuturkan, dari informasi selama proses penyidikan, proses memasukkan uang ke 400 ribuan amplop itu membutuhkan waktu sekitar satu bulan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement