REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Korban akibat anjir bandang yang terjadi di sembilan kelurahan di Sentani, Jayapura, Papua terus bertambah. Hingga Ahad (17/3) siang, tercatat korban meninggal dunia sebanyak 50 orang dan korban luka-luka 59 orang.
"Pukul 10.15 WIB jumlah korban 50 orang meninggal dunia," ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, melalui keterangan tertulisnya, Ahad (17/3).
Ia menjelaskan, dari 50 orang meninggal dunia tersebut, 38 jenazah dibawa ke RS Bhayangkara Polda Papua, tujuh jenazah di RS Marthin Indey, dan lima jenazah di RS Yowari. Sebanyak 49 korban sudah berhasil diidentifikasi sedangkan satu jenazah masih dalam proses identifikasi.
"59 orang luka-luka yang dirujuk ke PKM Sentani, RS Bhayangkara dan RS Yowari. Dinas Kesehatan Jayapura dan Dinas Kesehatan Papua mengkoordinir penanganan tim medis bagi korban," jelas Sutopo.
Menurut dia, evakuasi, pencarian, dan penyelamatan korban diintensifkan untuk mencari korban. Tim SAR gabungan masih melakukan evakuasi dan belum semua daerah terdampak dijangkau karena tertutup pohon, batu, lumpur dan material banjir banjir bandang.
"Kepala BNPB telah melaporkan kepada Presiden dampak bencana dan penanganan bencana banjir bandang. Kepala BNPB bersama unsur dari Kementerian/Lembaga hari ini berangkat ke Sentani untuk memberikan pendampingan dan bantuan kepada Pemda Jayapura dan Papua," tuturnya.
Banjir bandang tersebut terjadi pada Sabtu (16/3) pukul 21.30 WIT. Banjir melanda Kelurahan Barnabas Marweri, Piter Pangkatana, Kristian Pangakatan, Didimus Pangkatana, Andi Pangkatana, Yonasmanuri, Yulianus Pangkatana, Nelson Pangkatan, dan Nesmanuri.
Saat ini, kata Sutopo, banjir telah surut meninggalkan lumpur, kayu-kayu gelondongan dan material yang terbawa banjir bandang. Tim SAR gabungan masih melakukan evakuasi dan pencarian korban. Beberapa warga sejak semalam mengungsi.
"Sekitar 50 orang di Kantor Bupati Jayapura Gunung Merah, 70 orang di Kediaman Bupati Jayapura, dan beberapa warga mengungsi di Kantor Basarnas Jayapura," jelasnya.
Sutopo menerangkan, melihat dampak banjir bandang dan landaan banjir bandang yang terjadi di Sentani, kemungkinan banjir tersebut disebabkan adanya longsor di bagian hulu yang kemudian menerjang di bagian hilir.
Menurutnya, karakteristik banjir bandang yang sering terjadi di Indonesia diawali adanya longsor di bagian hulu kemudian membendung sungai, sehingga terjadi badan air atau bendungan alami.
Karena volume air terus bertambah, kemudian badan air atau bendung alami itu jebol dan menerjang di bagian bawahnya dengan membawa material-material kayu gelondongan, pohon, batu, lumpur dan lainnya dengan kecepatan aliran yang besar. Ini ditambah dengan curah hujan yang berintensitas tinggi dalam waktu cukup lama.
"Pada tahun 2007, kejadian banjir bandang juga pernah terjadi di Distrik Sentani," jelasnya