Kamis 14 Mar 2019 16:59 WIB

Polisi: Keterlibatan Perempuan di Aksi Teroris Fenomena Baru

Istri terduga teroris Husain memilih meledakkan diri daripada menyerah.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Teguh Firmansyah
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo menunjukkan lokasi dari kasus meledaknya bom di Sibolga, di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (13/3/2019).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo menunjukkan lokasi dari kasus meledaknya bom di Sibolga, di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (13/3/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keterlibatan perempuan menjadi fenomena baru dalam aksi terorisme di Indonesia. Kepolisian menganalisa, keterlibatan perempuan dalam paham terorisme, menunjukkan semakin kerasnya upaya dari kelompok ekstrem menanam paham radikal di Tanah Air. Mabes Polri mengimbau agar masyarakat waspada terhadap fenomena baru tersebut.

"Fenomena ini perlu kita cermati bersama. Kita mengimbau kepada masyarakat agar ikut bersama-sama memerangi terorisme. Kelompok ini (terorisme) musuh kita bersama,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat  (Karo Penmas) Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo, di Jakarta, Kamis (14/3).

Baca Juga

Ia mengatakan, Kepolisian tetap mengandalkan peran serta masyarakat dalam memberikan informasi dari pergerakan kelompok ekstrem tersebut.

Dedi mengatakan, Densus 88 Anti Teror mencatat keterlibatan perempuan dalam aksi terorisme pertama kali saat insiden bom bunuh diri di Surabaya dan Sidoarjo, Jawa Timur (Jatim) pada 2018 lalu. Pada Mei tahun lalu, ledakan bom bunuh diri terjadi di tiga tempat, yang menyasar Gereja, rumah ibadah umat Kristiani. Aksi bom bunuh diri tersebut, melibatkan satu keluarga yang dikomando oleh DU.

DU, adalah suami dari PK, seorang perempuan berusia 40-an tahun. Keduanya bahkan, mengajak serta empat anaknya, dua putra dan dua putri ikut aksi bunuh diri dengan meledakkan bom.

Aksi satu keluarga tersebut, menewaskan sekitar 13 jemaat Gereja. “Setelah kejadian bom di Surabaya, satu fenomena yang baru (dari aksi terorisme) sudah dimulainya keterlibatan perempuan,” ujar Dedi. Dalam catatan Densus 88 Anti Teror, kata Dedi, keterlibatan perempuan ini mengkhawatirkan.

Karena, kata dia, perempuan memiliki pemahaman lebih dalam terhadap satu keyakinan, ketimbang laki-laki yang selama ini mendominasi setiap aksi terorisme. Situasi tersebut tampak di kasus kedua terkait terorisme yang melibatkan peran perempuan di di Sibolga, Sumatera Utara (Sumut).

Pada Rabu (13/3) dini hari, istri dari terduga terorisme, Husain alias Abu Hamzah, memilih bunuh diri ketimbang menyerahkan diri hidup kepada Densus 88.

Pilihan bunuh diri tersebut, seperti yang terjadi di Surabaya. Yaitu membawa serta seorang anak. Lebih tragis di Sibolga, karena istri dari Abu Hamzah ikut menyertakan anak berusia dua tahun dalam aksi bom bunuh diri tersebut.

Aksi bom bunuh diri di Sibolga, berawal dari penangkapan hidup Abu Hamzah oleh Densus 88 Anti Teror, di Sibolga, pada Selasa (12/3). Densus 88 meminta Abu Hamzah agar membujuk istrinya menyerah. Tetapi, bujukan tersebut tak mempan.

Pada Rabu (13/3) dini hari, sang istri bersama anaknya yang baru berusia dua tahun meledakkan diri sendiri. “Berulangkali kami meminta agar saudara AH membujuk istrinya untuk menyerah,” kata Dedi. Permintaan tersebut, pun dipenuhi Abu Hamzah.

Akan tetapi, kata Dedi, Abu Hamzah mengatakan kepada Kepolisian, tentang ketidaksanggupannya membujuk sang istri.

“Saudara AH sendiri menyampaikan kepada penyidik, bahwa dia merasa tak yakin bisa membuat istrinya menyerah. Karena AH mengatakan (kepada penyidik) istrinya, lebih punya keyakinan yang lebih tinggi darinya,” tambah Dedi.

Menurut Dedi, fenomena keterlibatan perempuan dalam aksi terorisme di Indonesia, seperti yang terjadi di negara-negara konflik yang subur dengan gerakan-gerakan ekstrim. Seperti di Suriah, dan Afganistan, maupun di Irak.

Ia mengatakan, keterlibatan perempuan di negara-negara tersebut, lantaran doktrin kelompok teroris Daulah Islamiyah (ISIS) mapan menembus semua kalangan. Mulai dari laki-laki umumnya, dan perempuan, dewasa, pun juga para usia tangguh kalangan remaja.

Kepolisian pun meyakini, kelompok Abu Hamzah yang terafiliasi dengan jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD), punya keterikatan dengan ISIS. Kapolri Jenderal Tito Karnavian, saat Densus 88 menangkap Abu Hamzah, dan sebelum ledakan bom bunuh diri yang menewaskan istri dan anak, menyampaikan, Abu Hamzah terafiliasi dengan jaringan ISIS. “Kelompok ini (Abu Hamzah) berafiliasi dengan ISIS,” kata Tito di Medan, Sumatera Utara (Sumut), Selasa (12/3).

Penangkapan Abu Hamzah sendiri, merupakan gong dari tertangkapnya seorang pemuda 23 tahun di Bandar Lampung, pada Sabtu (9/3). Densus 88 Anti Teror, menangkap berinisial Ro atas aduan orang tuanya.

Interogasi terhadap Ro, didapati adanya jalur komunikasi antara ia dengan Abu Hamzah. Dalam penangkapan Ro, Kepolisian mengatakan adanya rencana aksi terorisme yang akan dilakukan mandiri oleh kelompok tersebut, di Jakarta, dan Lampung. Pun, Ro, dikatakan sudah menyiapkan sejumlah bahan peledak yang ditemukan Kepolisian saat penangkapan.

Di Sibolga, penangkapan Abu Hamzah juga disertai dengan peringkusan dua rekannya. Yakni Ameng  alias AK, dan Ogel alias P. Keduanya dikatakan Kepolisian sebagai orang yang diduga memberikan pendanaan dan menyimpan bahan peledak untuk Abu Hamzah. Kepolisian, dari tiga terduga teroris tersebut, menemukan sedikitnya 300 kilo gram bahan peledak, dan rompi yang berisikan bom pipa untuk aksi bom bunuh diri.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement