Senin 04 Mar 2019 00:57 WIB

Mensos: Tagana Masuk Sekolah Jadi Gerakan Nasional

Gerakan ini betul-betul menciptakan masyarakat yang tanggap bencana.

Personel Tagana bersama relawan dan warga membersihkan puing rumah (ilustrasi)
Foto: Antara/Idhad Zakaria
Personel Tagana bersama relawan dan warga membersihkan puing rumah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kegiatan Tagana Masuk Sekolah (TMS) yang berlangsung semakin masif di berbagai daerah di Indonesia. Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, TMS siap menjadi gerakan nasional. "Kami siapkan pedoman operasional, jaringan kerja sama dengan Kemendikbud dan BNPB, serta melibatkan organisasi kemanusian peduli bencana. Sesuai arahan Bapak Presiden agar gerakan ini betul-betul menciptakan masyarakat yang tanggap bencana," katanya di Jakarta, Ahad (3/3).

Berdasarkan keterangan tertulis, Mensos Gumiwang mengatakan gerakan tersebut semakin masif setelah diresmikan Presiden Joko Widodo di Pandeglang pada 18 Februari lalu. Presiden, katanya, secara tegas menyampaikan bahwa masyarakat harus siap dalam menghadapi bencana. Pasalnya Indonesia dilewati oleh jalur 'cincin api' sehingga ada daerah-daerah yang rawan bencana alam, seperti gempa, banjir, longsor, dan tsunami.

Baca Juga

"Tidak ada yang tahu kapan bencana datang, namun dengan pengetahuan mitigasi bencana diharapkan dapat membangun masyarakat tanggap bencana. Salah satu edukasinya melalui Tagana Masuk Sekolah ini," tuturnya.

Ia mengatakan belum genap satu bulan sejak program tersebut diluncurkan, TMS telah dilaksanakan di berbagai provinsi, kabupaten, dan kota. Ddi antaranya Belitung Timur, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Sumedang dan Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat, Ponorogo dan Tuban, Provinsi Jawa Timur, Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan, Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara, dan Kabupaten Bantul, Provinsi DIY.

"Kepada rekan-rekan Tagana di seluruh pelosok Nusantara, pemerintah menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya atas dedikasi dan pengabdian dalam mendorong kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana. Juga kepada pemprov, kota, maupun kabupaten yang membantu memfasilitasi kegiatan ini," katanya.

TMS berlangsung di sekolah-sekolah di berbagai wilayah di Indonesia. Pesertanya bervariasi di setiap sekolah, antara 100 hingga 400 orang per titik.

Materi yang diberikan beragam dengan materi dasar upaya Pengurangan Risiko Bencana (PRB). Sedangkan di Kabupaten Sleman, Tagana melakukan sosialisasi PRB, logistik, dan shelter.

Di Sumedang, TMS diikuti pelajar SMP dengan materi pengenalan bencana dan potensinya. Peserta juga diajarkan tentang evakuasi sederhana dan mandiri yang bisa dilakukan peserta bila terjadi bencana, baik perorangan maupun kelompok.

Di Tasikmalaya, Jawa Barat selain materi dasar pertolongan kepada peserta, TMS juga menyusun peta jalan dan rambu evakuasi, serta rencana pembentukan tim kebencanaan di sekolah. Di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Tagana mengajarkan tentang potensi kebencanaan di wilayah Kalimantan, PRB gempa bumi dan puting beliung, serta simulasi penaanganan jika terjadi bencana.

"Targetnya adalah peserta mempunyai pengetahuan tentang bencana, potensi dan upaya pengurangan risiko bencana pada tingkatan yang paling sederhana. "Sehingga mereka mampu menyelamatkan diri sendiri dan evakuasi sederhana bila terjadi bencana," katanya.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement