Senin 25 Feb 2019 16:09 WIB

BPN: Antisipasi Kecurangan Sebelum dan Sesudah Pencoblosan

Antisipasi baik sebelum maupun sesudah pencoblosan agar pemilu jujur dan adil.

Juru bicara BPN Prabowo-Sandi, Pipin Sopian.
Foto: Republika/Afrizal Rosikhul Ilmi
Juru bicara BPN Prabowo-Sandi, Pipin Sopian.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi menilai masyarakat harus mengantisipasi adanya dugaan kecurangan pemilihan umum (pemilu). Antisipasi ini baik sebelum maupun sesudah pencoblosan agar pelaksanaan pemilu bisa berlangsung jujur dan adil.

"Pelanggaran atau potensi terjadinya kecurangan pemilu dari waktunya terjadi ketika sebelum dan sesudah pencoblosan," kata juru bicara BPN Prabowo-Sandi, Pipin Sopian, dalam diskusi di Media Center Prabowo-Sandi, Jakarta, Senin (25/2).

Sebelum pencoblosan, kata dia, paling terlihat dalam penentuan daftar pemilih tetap (DPT) dan pihaknya membongkar adanya potensi DPT ganda. Menurut dia, sebelumnya pihaknya mengungkap itu, banyak yang tidak peduli terkait dengan potensi DPT ganda.

Padahal, persoalan tersebut sangat krusial karena menyangkut hak politik masyarakat dan kredibilitas penyelenggaraan pemilu. "Namun, ketika kami mengungkap itu, lalu semua pihak baru peduli. Muaranya berlebihnya jumlah pemilih dan berpotensi banyaknya undangan tetapi tidak ada pemilih, lalu bisa digunakan pihak tidak bertanggung jawab," ujarnya.

Selain itu, kata Pipin, potensi kecurangan pemilu terjadi saat pascarekapitulasi suara, yaitu dengan modus oknum penyelenggara pemilu bekerja sama dengan peserta pemilu untuk mengutak-atik hasil suara. Karena itu, dia mengatakan, PKS sudah meminta para saksi di tiap tempat pemungutan suara (TPS) tidak hanya fokus pada suara partai, tetapi suara parpol lain.

Potensi kecurangan pemilu, antara lain, mobilisasi birokrasi untuk memilih kandidat tertentu. "Saya temukan di Daerah Pemilihan (Dapil) Karawang dan Bekasi, ada yang menyampaikan bahwa oknum penegak hukum melakukan penekanan, yaitu kalau tidak mendukung petahana, proses hukum tidak akan dihentikan. Itu artinya hukum digunakan untuk menekan seorang memilih calon tertentu," katanya.

Dalam diskusi tersebut, mantan anggota KPU RI Chusnul Mariyah mengatakan bahwa ada yang harus diawasi dalam penyelenggaraan pemilu, yaitu pejawat, dalam konteks pemilu presiden (pilpres) dan pemilu anggota legislatif (pileg). Hal itu, menurut dia, karena mereka memiliki akses kepada aparatur negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

"Sejauh mana menggunakan anggaran APBN dan APBD apakah sesuai dengan undang-undang. Kalau tidak sesuai, bagaimana tindakannya," katanya. Selain itu, dia menilai ketika hari-H pencoblosan yang harus diawasi, antara lain, formulir C1, C1 plano, dan C7.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement