REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Pemerintah Kota (Pemkot) Solo, Jawa Tengah, meresmikan hunian subkomunal berteknologi Risha (rumah instan sederhana sehat) di lokasi rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, Jumat (8/2). Hunian Risha tersebut dibangun oleh Puslitbang Perumahan dan Permukiman (Puskim) Balitbang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Hunian Subkomunal Risha diresmikan Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo. Sedangkan pengguntingan pita dilakukan Wakil Wali Kota Solo Achmad Purnomo. Pemkot Solo telah menetapkan kawasan kumuh di Semanggi menjadi prioritas penanganan dan percontohan penataan untuk mencapai target nol kawasan kumuh.
Puskim Balitbang PUPR bekerja sama dengan Pemkot Solo membangun purwarupa model hunian subkomunal sebagai bagian dari kegiatan penataan Kawasan Kumuh Semanggi. Kepala Puslitbang Perumahan dan Permukiman Kementerian PUPR, Arief Sabaruddin, mengatakan pembangunan purwarupa merupakan bentuk Pengembangan Model Penanganan Kawasan Kumuh berbasis kemitraan dengan menerapkan teknologi perumahan permukiman di kawasan Semanggi Kota Solo.
Model hunian subkomunal merupakan sistem penyediaan kelompok hunian vertikal dua lantai tipe 36+ dengan total 56 unit hunian yang dikelompokkan secara komunal kecil menjadi subkomunal A,B,C. Pembangunan hunian menggunakan teknologi konstruksi pracetak system Risha (Rumah Instan Sederhana Sehat).
Dilengkapi dengan teknologi IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah), kolam sanita, teknologi biodigester, sumur resapan, dan tray aerasi. Selain hunian, juga dibangun sarana mushola dan ruang usaha untuk dikelola secara mandiri oleh penghuni.
"Hunian Subkomunal sistem RISHA ini merupakan hunian transit pertama yang dibangun bagi warga yang terkena penataan kawasan," terangnya, dalam sambutan di acara tersebut.
Selain hunian transit, model purwarupa tersebut berfungsi sebagai laboratorium lapangan pelaksanaan inovasi dalam pengembangan teknologi perumahan dan permukiman. Khususnya dalam mendukung penataan kawasan kumuh.
Ia menekankan, penataan kawasan kumuh tidak hanya membangun fisik semata, justru yang lebih utama membangun masyarakat secara sosial dan ekonomi untuk hidup lebih baik. "Contoh di sini ada biodigester, jadi ibu-ibu bisa mengurangi belanja gas. Kami sudah menggunakan limbah untuk memasak. Harapan ke depan, ini bisa menjadi sebuah percontohan bagi Kota Solo dan kota-kota lain," ujarnya.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Hunian Risha di Semanggi, Aris Prihandono, mengatakan hunian subkomunal tersebut setiap unitnya dilengkapi air bersih, serta pengolahan limbah sehingga bisa dikelola mandiri oleh kelompok yang menghuni perumahan tersebut.
Pembangunan dilakukan pada Juni sampai Desember 2018 sebanyak 56 unit, satu unit musala dan satu unit bangunan usaha. Setiap unit memiliki dua setengah lantai, dengan luas sekitar 40 meter persegi. "Anggaran pembangunan mencapai Rp 10,6 miliar," jelas dia.
Selain itu, pembangunan hunian tersebut juga melibatkan warga setempat. Di dalam penerapan purwarupa ini, warga mendapatkan pelatihan dan pemberdayaan kelompok untuk menjadi aplikator teknologi Pracetak Risha.
"Kami berharap pembangunan ini dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi Pemkot Solo dalam mewujudkan pembangunan Kota Solo tanpa kawasan kumuh dengan menyediakan kawasan layak huni," harapnya.
Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo, mengatakan sebanyak 56 KK akan menempati hunian Risha tersebut. Mereka merupakan warga RW 23 Kelurahan Semanggi yang terkena dampak penataan kawasan melalui program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku).
Rudyatmo memperkirakan, penataan kawasan RW 23 membutuhkan waktu sekitar dua tahun. Setelah itu, warga akan dikembalikan ke RW 23. Selanjutnya, hunian Risha bisa dimanfaatkan untuk masyarakat lain yang membutuhkan.