Rabu 16 Jan 2019 14:40 WIB

Oso Tempuh Berbagai Upaya Hukum untuk Lawan Sikap KPU

Kuasa hukum Oso menilai KPU melanggar hukum karena tak melaksanakan putusan Bawaslu.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Ratna Puspita
Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang menyampaikan arahan saat membuka Konsolidasi Pemenangan dan Pembekalan Caleg Prov/Kab dan Kota Partai Hanura di Bandung, Jawa Barat, Jumat (14/9).
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang menyampaikan arahan saat membuka Konsolidasi Pemenangan dan Pembekalan Caleg Prov/Kab dan Kota Partai Hanura di Bandung, Jawa Barat, Jumat (14/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum Oesman Sapta Odang (Oso), Herman Kadir, mengatakan KPU melanggar hukum karena tidak melaksanakan putusan Bawaslu. Pihak Oso meminta PTUN untuk melakukan eksekusi masuknya Oso ke dalam daftar calon tetap (DCT) Pemilu 2019. 

"Kami menganggap bahwa KPU telah melakukan pembangkangan terhadap konstitusi dan tidak taat hukum. Jadi surat KPU itu menyatakan kebalikannya (dari putusan Bawaslu). Justru dengan adanya surat itu KPU melakukan pembangkangan hukum," kata Kadir ketika dikonfirmasi wartawan, Rabu (16/1). 

Pihak Oso langsung menanggapi dengan upaya hukum atas penerbitan surat dari KPU yang meminta Oso mundur dari kepengurusan parpol. Upaya hukum yang ditempuh yakni mengajukan upaya eksekusi melalui PTUN. 

"Kami sedang mengajukan upaya eksekusi melalui PTUN. Tadi sudah menghadap kepala PTUN dan mereka dalam waktu dekat akan mengeluarkan surat penetapan eksekusi," kata Kadir. 

Surat penetapan eksekusi berisi permintaan PTUN agar KPU menindaklanjuti perkara Oso sebagaimana putusan lembaga tersebut pada 2018. Putusan PTUN ini membatalkan DCT calon anggota DPD yang sebelumnya sudah ditetapkan dan meminta KPU untuk memasukkan nama Oso ke dalam daftar peserta pemilu itu. 

"Kalau KPU tidak melaksanakan itu (surat permintaan eksekusi dari PTUN), kami akan  meminta PTUN untuk mengirim surat kepada presiden dan DPR. Tujuannya supaya dua lembaga itu yang akan menegur KPU," kata Kadir. 

Sebelumnya, komisioner KPU Ilham Saputra, mengatakan pihaknya memutuskan tidak memasukkan Oesman Sapta Odang (Oso) ke dalam daftar calon tetap (DCT) Pemilu 2019. Oso bisa masuk ke DCT tetapi tetap harus mundur dari kepengurusan parpol paling lambat 22 Januari 2019. 

"Iya demikian (tidak masuk dalam DCT)," ujar Ilham kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu.

Selain itu, Ilham juga menegaskan bahwa nama OSo juga tidak ada dalam surat suara pemilu untuk saat ini. Sikap KPU ini, kata Ilham, merupakan tindak lanjut dari putusan Bawaslu soal pelanggaran administrasi dalam pencalonan Oso sebagai anggota DPD.

"Prinsipnya tetap sama dengan keputusan kami yang kemarin. Bahwa kalau Oso ingin masuk ke dalam DCT maka harus mengundurkan diri terlebih dahulu. Pengunduran dirinya di awal (sebagak calon), dan bukan pada saat sebelum pelantikan," tegas Ilham. 

Ilham juga membenarkan jika sikap KPU dalam menindaklanjuti tidak sebagaimana putusan Bawaslu. "Tidak. Ya dengan berbagai pertimbangan. Kami juga masih menghormati putusan konstitusi. Karena, buat kami konstitusi merupakan pedoman kami dalam menjalani tahapan pemilu," ungkapnya. 

Dia menambahkan, sikap KPU ini sudah dituangkan dalam surat yang akan dikirimkan kepada Bawaslu. Selain itu, surat ini pun akan disampaikan kepada Oso. "Kami kirimkan hari ini sebagai jawaban kepada Bawaslu maupun Oso," katanya. 

Terpisah, Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, mengatakan dalam surat itu pihaknya meminta Oso untuk menyerahkan surat pengunduran diri. Pengunduran diri itu ditunggu hingga 22 Januari 2019. "Kami memberikan kesempatan kepada Pak Oso untuk menyerahkan surat pengunduran diri sampai dengan tanggal 22 Januari," tegasnya. 

Sebagaima diketahui, Bawaslu memutuskan memerintahkan KPU untuk memasukkan Oso ke dalam daftar calon tetap  Pemilu 2019. Bawaslu juga menyatakan KPU terbukti melakukan pelanggaran administrasi dalam proses pencalonan anggota DPD. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement